Salim Maula Abu Hudzaifah, seorang sosok yang begitu berdedikasi dalam perjalanan hidupnya. Kisah ini menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai seperti kebaikan akhlak, tabiat yang baik, dan keberanian dalam menghadapi berbagai cobaan. Mari kita telusuri lebih dalam tentang kisah inspiratif Salim Maula Abu Hudzaifah ini.
Salim, Hamba Sahaya yang Dimerdekakan
Semuanya bermula dengan Tsubaitah binti Ya’ar, istri Abu Hudzaifah. Ia memutuskan untuk memerdekakan seorang hamba sahayanya yang bernama Salim. Keputusan ini diambil karena Salim dikenal memiliki akhlak yang luar biasa dan sifat yang baik. Namun, saat itu Abu Hudzaifah belum bisa melepaskan Salim sepenuhnya.
Abu Hudzaifah dan Salim: Masuk Islam
Abu Hudzaifah dan Salim adalah dua orang yang termasuk dalam kelompok pertama yang masuk Islam. Mereka datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dengan gagah berani mengumumkan keislaman mereka. Namun, Allah Ta’ala kemudian memberikan petunjuk baru terkait masalah pengangkatan anak.
Penegasan Allah Terkait Pengangkatan Anak
Allah Ta’ala dengan jelas menegaskan dalam Al-Qur’an melalui Surat Al-Ahzab ayat 5 bahwa anak-anak angkat harus dipanggil dengan nama bapak-bapak mereka yang sesungguhnya. Jika bapak kandung anak tidak diketahui, maka mereka akan dianggap sebagai saudara seagama dan maula (wali) sesuai dengan ajaran agama. Ini adalah upaya Allah untuk menjaga nasab dan menghapuskan praktik-praktik jahiliyah.
Allah Ta’ala berfirman :
ٱدۡعُوهُمۡ لِأٓبَآئِهِمۡ هُوَ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِۚ فَإِن لَّمۡ تَعۡلَمُوٓاْ ءَابَآءَهُمۡ فَإِخۡوَٰنُكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَمَوَٰلِيكُمۡۚ وَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٞ فِيمَآ أَخۡطَأۡتُم بِهِۦ وَلَٰكِن مَّا تَعَمَّدَتۡ قُلُوبُكُمۡۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمًا
“Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 5)
Pencarian Abu Hudzaifah untuk Menemukan Bapak Kandung Salim
Abu Hudzaifah kemudian memulai pencarian untuk menemukan bapak kandung Salim, sesuai dengan perintah Allah. Namun, pencarian ini tidak mudah, mengingat Salim pernah tertawan dan dijual sebagai budak ketika masih kecil. Ia dibawa ke Mekah, dan akhirnya dikenal dengan nama Salim Maula Abu Hudzaifah. Meskipun bukan saudara kandung, Islam menggabungkan mereka sebagai saudara seiman.
Peran Penting Salim dalam Memahami Al-Qur’an
Salim memilih untuk tetap tinggal di Mekah bersama Rasulullah untuk mendalami ajaran Islam. Salah satu fokus utamanya adalah mempelajari Al-Qur’an. Ia menghafal dan mentadaburi setiap ayat, sehingga akhirnya menjadi salah satu hafizh Al-Qur`an pada masa Rasulullah. Keahliannya dalam memahami dan mengajar Al-Qur’an membuatnya menjadi salah satu dari empat orang yang disarankan oleh Rasulullah untuk diambil sebagai guru Al-Qur’an. Empat orang ini adalah ‘Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abu Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab, dan Mu’adz bin Jabal.
Pemimpin dalam Peribadatan
Para sahabat Radhiyallahu ‘anhum sangat menghargai dan mengakui keutamaan Salim dalam menghafal Al-Qur`an. Ia tidak hanya hafal, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang makna ayat-ayat Al-Qur`an. Ketika umat Islam hijrah dari Mekah ke Madinah, mereka meminta Salim menjadi imam dalam peribadatan mereka hingga Rasulullah hadir di tengah-tengah mereka. Ini adalah pengakuan akan kualitas keagamaan dan kemampuan Salim dalam memimpin ibadah.
Kembali Bersatu dalam Perang Badar
Salim dan Abu Hudzaifah akhirnya bersatu kembali setelah Abu Hudzaifah kembali dari hijrahnya ke Habasyah untuk melindungi keyakinannya dari tekanan kaum Quraisy. Bersama dengan Rasulullah, mereka berangkat ke medan perang Badar. Di sana, mereka menghadapi musuh dari kaum musyrikin, termasuk ayah Abu Hudzaifah dan keluarganya.
Kemenangan dan Pengorbanan
Setelah perang usai, Salim dan Abu Hudzaifah berdiri bersama melihat hasil pertempuran. Abu Hudzaifah melihat bahwa ayahnya, pamannya, dan saudaranya tewas di medan perang. Namun, ia tidak merasa sedih, malah bersyukur atas kemenangan yang Allah berikan. Abu Hudzaifah mengucapkan puji syukur karena Allah telah memenangkan Nabi-Nya dan membunuh musuh-musuh Islam.
Salim Maula Abu Hudzaifah dalam Perang Yamamah
Salim dan Abu Hudzaifah juga turut serta dalam perang Yamamah yang disiapkan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq untuk menghadapi Musailamah al-Kadzab. Di saat-saat kritis pertempuran, Salim memberikan pengorbanan besar. Ia berkata kepada sesama Muhajirin, “Aku adalah seburuk-buruk pembawa Al-Qur`an jika kaum muslimin kalah karena aku.” Ia lalu maju berperang dengan membawa panji kaumnya, meskipun tangannya terluka parah.
Pengabdian hingga Akhir Hidup
Khalid bin Walid, salah satu pemimpin perang, memberikan kabar bahwa Allah telah memberikan kemenangan bagi kaum muslimin. Musailamah al-Kadzab dan para pengikutnya telah berhasil ditaklukkan. Namun, Salim memiliki perhatian khusus. Ia bertanya tentang nasib Abu Hudzaifah, saudaranya dalam iman. Khalid menjawab bahwa Abu Hudzaifah telah gugur sebagai syahid.
Salim yang telah kehilangan tangan kanan dan kiri karena luka perang tersebut meminta untuk dibawa ke samping Abu Hudzaifah. Di sana, ia merasa dekat dengan saudaranya yang telah gugur. Dengan penuh emosi, Salim memejamkan matanya dan berkata, “Kita di sini bersama, wahai Abu Hudzaifah, kita di sini bersama wahai Abu Hudzaifah…” Lalu, ia menghembuskan napas terakhirnya.
Kisah Salim Maula Abu Hudzaifah adalah cerminan dari pengabdian yang tulus dalam perjalanan hidupnya. Ia mengabdikan dirinya untuk memahami dan mengajarkan Al-Qur’an serta berjuang demi keselamatan dan kemenangan umat Islam. Keberaniannya dalam medan perang dan cinta pada saudaranya dalam iman, Abu Hudzaifah, adalah cerita yang menginspirasi bagi semua umat Muslim.
Kisah ini mengajarkan kepada kita tentang pentingnya pengorbanan, keberanian, dan persaudaraan dalam Islam. Salim Maula Abu Hudzaifah adalah salah satu contoh nyata bagaimana seorang individu dapat memainkan peran besar dalam sejarah Islam melalui dedikasi dan keberaniannya. Semoga kisah ini menginspirasi kita semua dalam menjalani kehidupan yang penuh makna dan berarti dalam cahaya agama yang kita anut.