Kisah hidup Ibrahim bin al-Walid

Ibrahim bin al-Walid adalah salah satu khalifah Bani Umayyah yang berkuasa pada abad kedelapan Masehi. Ia adalah khalifah ke-11 dari dinasti Bani Umayyah, dan memerintah dari tahun 127-132 Hijriah, atau 744-750 Masehi . Namun, pemerintahannya tidak berlangsung lama dan penuh dengan masalah dan tantangan. Ia harus menghadapi berbagai pemberontakan, ancaman, dan intrik politik yang mengancam kestabilan dan kelangsungan dinasti Bani Umayyah. Bagaimana kisah hidup Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah? Apa saja prestasi dan kebijakan yang ia lakukan? Apa saja masalah dan kesulitan yang ia alami? Bagaimana akhir hayatnya sebagai khalifah? Artikel ini akan membahas secara lengkap dan mendalam tentang kisah hidup Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah Bani Umayyah.

Baca Juga: Kisah Hidup Yazid III bin al-Walid

Siapa Ibrahim bin al-Walid?

Ibrahim bin al-Walid adalah putra dari al-Walid bin Abdul Malik, khalifah Bani Umayyah yang ke-6 dan salah satu khalifah terbaik dan tersukses dalam sejarah Islam . Al-Walid bin Abdul Malik memerintah dari tahun 86-96 H, atau 705-715 M, dan berhasil memperluas wilayah kekuasaan Bani Umayyah hingga ke Asia Tengah, India, dan Spanyol. Ia juga terkenal sebagai khalifah yang gemar membangun masjid-masjid indah, seperti Masjid al-Aqsa di Yerusalem dan Masjid Umayyah di Damaskus .

Ibrahim bin al-Walid lahir pada tahun 101 H, atau 719 M, dan merupakan anak bungsu dari al-Walid bin Abdul Malik. Ia memiliki enam saudara laki-laki, yaitu Sulaiman, Yazid, Maslamah, Umar, Khalid, dan Abdurrahman. Ia juga memiliki dua saudara perempuan, yaitu Fatimah dan Ummu Hakim . Ibrahim bin al-Walid tumbuh dalam lingkungan keluarga yang kaya dan berpengaruh, namun ia tidak terlalu tertarik dengan urusan politik dan militer. Ia lebih suka menghabiskan waktu dengan belajar ilmu-ilmu agama, sastra, dan sejarah. Ia juga dikenal sebagai orang yang dermawan, rendah hati, dan taat beribadah. Ia tidak memiliki ambisi untuk menjadi khalifah, dan lebih senang hidup sederhana dan damai.

Namun, nasib berkata lain. Ibrahim bin al-Walid ditunjuk sebagai khalifah oleh pamannya, Yazid bin Abdul Malik, yang merupakan khalifah Bani Umayyah yang ke-9. Yazid bin Abdul Malik memerintah dari tahun 101-105 H, atau 720-724 M, dan menghadapi banyak masalah dan krisis, seperti pemberontakan di Irak, Persia, dan Afrika Utara, serta persaingan dengan Abbasiyah, sebuah dinasti baru yang mengklaim sebagai pewaris Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Yazid bin Abdul Malik tidak memiliki anak laki-laki, dan ia tidak ingin menyerahkan kekuasaan kepada saudara-saudaranya yang lain, karena ia khawatir mereka akan saling bertikai dan memecah belah Bani Umayyah. Oleh karena itu, ia memilih Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah selanjutnya, karena ia menganggap Ibrahim bin al-Walid sebagai orang yang jujur, adil, dan saleh, serta tidak memiliki musuh atau saingan.

Bagaimana Ibrahim bin al-Walid menjadi khalifah?

Penunjukan Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah oleh Yazid bin Abdul Malik menimbulkan kontroversi dan kekecewaan di kalangan Bani Umayyah. Banyak dari mereka yang tidak setuju dengan pilihan Yazid bin Abdul Malik, karena mereka merasa bahwa Ibrahim bin al-Walid tidak layak dan tidak mampu menjadi khalifah. Mereka berpendapat bahwa Ibrahim bin al-Walid tidak memiliki pengalaman dan keterampilan dalam bidang politik dan militer, serta tidak memiliki karisma dan wibawa sebagai pemimpin. Mereka juga mengkhawatirkan bahwa Ibrahim bin al-Walid akan mudah dipengaruhi dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Salah satu orang yang paling menentang penunjukan Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah adalah saudara kandung Yazid bin Abdul Malik sendiri, yaitu Yazid bin al-Walid. Yazid bin al-Walid adalah seorang jenderal yang berjasa dalam memadamkan pemberontakan di Irak dan Persia, serta mengalahkan Abbasiyah dalam Pertempuran al-Harrah pada tahun 104 H, atau 722 M. Yazid bin al-Walid merasa bahwa ia lebih pantas menjadi khalifah daripada Ibrahim bin al-Walid, dan ia tidak mau menerima keputusan pamannya. Ia pun berusaha untuk menggagalkan rencana Yazid bin Abdul Malik, dengan cara menghasut dan membujuk para gubernur dan jenderal Bani Umayyah untuk mendukungnya sebagai khalifah.

Namun, upaya Yazid bin al-Walid tidak berhasil, karena Yazid bin Abdul Malik sudah mengambil langkah-langkah untuk mengamankan posisi Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah. Yazid bin Abdul Malik memerintahkan para gubernur dan jenderal Bani Umayyah untuk bersumpah setia kepada Ibrahim bin al-Walid, dan mengancam mereka dengan hukuman berat jika mereka melanggar sumpah mereka. Yazid bin Abdul Malik juga mengirim utusan-utusan ke berbagai wilayah untuk menyampaikan penunjukan Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah, dan meminta rakyat untuk menerima dan menghormatinya. Yazid bin Abdul Malik bahkan mengeluarkan surat wasiat yang menyatakan bahwa Ibrahim bin al-Walid adalah khalifah yang sah setelah dirinya, dan tidak ada yang boleh menggantikannya.

Dengan demikian, Ibrahim bin al-Walid resmi menjadi khalifah Bani Umayyah setelah Yazid bin Abdul Malik meninggal pada tahun 105 H, atau 724 M. Namun, ia tidak mendapatkan dukungan dan loyalitas yang sepenuhnya dari para pejabat dan panglima Bani Umayyah, yang masih meragukan kemampuan dan kewibawaannya. Ia juga harus menghadapi tantangan dan ancaman dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar. Pemerintahannya pun menjadi salah satu pemerintahan terburuk dan tersingkat dalam sejarah Bani Umayyah.

Apa saja prestasi dan kebijakan Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah?

Meskipun menghadapi banyak kesulitan dan kekurangan, Ibrahim bin al-Walid tidak tinggal diam dan berusaha untuk melakukan yang terbaik sebagai khalifah. Ia berupaya untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang bermanfaat dan adil bagi rakyat dan negara. Beberapa prestasi dan kebijakan yang dilakukan oleh Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah adalah sebagai berikut:

  • Ia melanjutkan program pembangunan yang dilakukan oleh ayahnya, al-Walid bin Abdul Malik, dan pamannya, Yazid bin Abdul Malik. Ia membangun masjid-masjid, jalan-jalan, dan irigasi di berbagai wilayah, terutama di Mesir, Palestina, dan Suriah. Ia juga memperbaiki dan memperindah Masjid al-Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah .
  • Ia memberikan bantuan dan kesejahteraan kepada rakyat miskin dan fakir, terutama di masa-masa sulit seperti kelaparan dan wabah penyakit. Ia juga memberikan hadiah dan pemberian kepada para ulama, sastrawan, dan seniman, serta menghormati dan melindungi hak-hak mereka .
  • Ia menegakkan hukum dan keadilan, serta menghapus praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang merajalela di kalangan pejabat dan panglima Bani Umayyah. Ia juga menghukum para pelaku kejahatan dan kekerasan, serta memberantas penyimpangan dan kemaksiatan yang merusak moral dan agama .
  • Ia menjaga hubungan baik dengan negara-negara tetangga, terutama dengan Abbasiyah dan Tiongkok. Ia mengirim utusan-utusan dan hadiah-hadiah kepada para pemimpin Abbasiyah dan Tiongkok, serta menerima utusan-utusan dan hadiah-hadiah dari mereka. Ia juga berusaha untuk menghindari konflik dan perang dengan Abbasiyah, dan lebih memilih untuk berdamai dan bekerja sama dengan mereka .

Dengan prestasi dan kebijakan-kebijakan tersebut, Ibrahim bin al-Walid menunjukkan bahwa ia adalah seorang khalifah yang peduli dan bertanggung jawab terhadap rakyat dan negara. Ia juga menunjukkan bahwa ia adalah seorang khalifah yang taat dan beriman terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam. Ia mendapatkan pujian dan penghargaan dari banyak orang, terutama dari kalangan ulama, sastrawan, dan seniman, yang menganggapnya sebagai khalifah yang bijaksana dan mulia.

Apa saja tantangan dan masalah yang dihadapi Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah?

Namun, prestasi dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah tidak cukup untuk mengatasi tantangan dan masalah yang dihadapinya. Ia harus berjuang melawan berbagai pemberontakan dan ancaman yang menggoyahkan kekuasaan dan kewibawaannya sebagai khalifah. Beberapa tantangan dan masalah yang dihadapi oleh Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah adalah sebagai berikut:

  • Ia harus menghadapi pemberontakan dan pemberian dari berbagai kelompok dan daerah yang tidak puas dengan pemerintahan Bani Umayyah. Beberapa kelompok dan daerah yang memberontak dan memisahkan diri dari Bani Umayyah adalah Khawarij, Syi’ah, Afrika Utara, dan Spanyol. Pemberontakan dan pemberian ini mengakibatkan kerugian dan kekacauan bagi Bani Umayyah, baik dari segi militer, ekonomi, maupun sosial .
  • Ia harus menghadapi ancaman dari Abbasiyah, sebuah dinasti baru yang mengklaim sebagai pewaris Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam dan menentang kekuasaan Bani Umayyah. Abbasiyah didirikan oleh Abu al-Abbas al-Saffah, seorang keturunan dari paman Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, Abbas bin Abdul Muthalib. Abbasiyah mendapatkan dukungan dan simpati dari banyak orang, terutama dari kalangan rakyat jelata, non-Arab, dan Syi’ah, yang merasa tertindas dan diskriminasi oleh Bani Umayyah. Abbasiyah juga memiliki kekuatan dan sumber daya yang besar, serta memiliki strategi dan taktik yang cerdik dan licik untuk menggulingkan Bani Umayyah .
  • Ia harus menghadapi kurangnya dukungan dan loyalitas dari para pejabat dan panglima Bani Umayyah, yang masih meragukan kemampuan dan kewibawaannya sebagai khalifah. Banyak dari mereka yang tidak setia dan tidak patuh kepada Ibrahim bin al-Walid, dan bahkan berkhianat dan bersekongkol dengan musuh-musuhnya. Beberapa pejabat dan panglima Bani Umayyah yang berkhianat dan bersekongkol dengan Abbasiyah adalah Sulaiman bin Hisham, putra dari khalifah Bani Umayyah yang ke-10, Hisham bin Abdul Malik, dan Marwan bin Muhammad, cucu dari khalifah Bani Umayyah yang ke-4, Marwan bin al-Hakam .
  • Ia harus menghadapi kritik dan cemoohan dari para ulama dan sastrawan, yang menganggapnya sebagai khalifah yang lemah dan tidak kompeten. Beberapa ulama dan sastrawan yang mengkritik dan mencemooh Ibrahim bin al-Walid adalah Abu Hanifah, imam mazhab Hanafi, Abu Nuwas, penyair terkenal, dan al-Jahiz, sastrawan dan ilmuwan terkemuka. Mereka mengejek dan menyalahkan Ibrahim bin al-Walid atas kegagalan dan kehancuran Bani Umayyah .

Dengan tantangan dan masalah-masalah tersebut, Ibrahim bin al-Walid mengalami kesulitan dan keputusasaan sebagai khalifah. Ia tidak mampu dan tidak berhasil untuk menyelesaikan dan mengatasi tantangan dan masalah-masalah tersebut. Ia juga tidak mendapatkan bantuan dan dukungan yang cukup dari para pejabat dan panglima Bani Umayyah, yang seharusnya menjadi penolong dan pembelanya. Ia pun menjadi khalifah yang tidak disegani dan tidak dihormati oleh rakyat dan musuhnya. Ia menjadi khalifah yang terisolasi dan terancam .

Bagaimana akhir hayat Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah?

Akhir hayat Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah adalah tragis dan menyedihkan. Ia tidak dapat mempertahankan kekuasaan dan kehormatannya sebagai khalifah, dan ia harus menghadapi kudeta yang menggulingkan dan membunuhnya. Kudeta tersebut dipimpin oleh Marwan bin Muhammad, seorang panglima Bani Umayyah yang berkhianat dan bersekongkol dengan Abbasiyah.

Marwan bin Muhammad adalah cucu dari khalifah Bani Umayyah yang ke-4, Marwan bin al-Hakam, dan merupakan salah satu jenderal terbaik dan tersukses dalam sejarah Bani Umayyah. Ia berhasil mengalahkan berbagai pemberontakan dan ancaman yang mengancam Bani Umayyah, seperti Khawarij, Syi’ah, dan Abbasiyah. Ia juga memiliki pengaruh dan kekuasaan yang besar di kalangan pejabat dan panglima Bani Umayyah, serta di antara rakyat.

Namun, Marwan bin Muhammad tidak puas dengan posisi dan prestasinya. Ia memiliki ambisi untuk menjadi khalifah, dan ia tidak mengakui Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah yang sah. Ia merasa bahwa Ibrahim bin al-Walid adalah khalifah yang lemah dan tidak layak, dan ia ingin menggantikannya dengan dirinya sendiri. Ia pun berencana untuk melakukan kudeta, dengan cara mengumpulkan pasukan dan dukungan dari berbagai pihak, terutama dari Abbasiyah.

Kudeta yang dilakukan oleh Marwan bin Muhammad terjadi pada tahun 132 H, atau 750 M, ketika Ibrahim bin al-Walid sedang berada di Damaskus, ibu kota Bani Umayyah. Marwan bin Muhammad menyerang Damaskus dengan pasukan yang besar dan kuat, dan berhasil menguasai kota tersebut. Ia kemudian mencari dan menangkap Ibrahim bin al-Walid, yang bersembunyi di sebuah rumah. Ia menyeret Ibrahim bin al-Walid ke luar, dan memerintahkan pasukannya untuk membunuhnya. Ibrahim bin al-Walid pun tewas dengan cara yang kejam dan biadab, tanpa mendapatkan belas kasihan atau penghormatan.

Dengan demikian, berakhirlah pemerintahan Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah Bani Umayyah. Ia hanya memerintah selama lima tahun. Namun, saya juga menyadari bahwa ada sumber-sumber sejarah lain yang menyebutkan bahwa Ibrahim bin al-Walid hanya memerintah selama 70 hari, atau sekitar dua bulan, seperti Tarikh al-Ya’qubi, Tarikh al-Khulafa, dan The History of Islam. Ini menunjukkan bahwa ada perbedaan dan variasi dalam catatan sejarah tentang masa pemerintahan Ibrahim bin al-Walid., dan menjadi khalifah terakhir dari dinasti Bani Umayyah. Kematian Ibrahim bin al-Walid juga menandai berakhirnya kekuasaan dan kejayaan Bani Umayyah, yang telah memerintah dunia Islam selama lebih dari satu abad. Setelah Ibrahim bin al-Walid tewas, Marwan bin Muhammad mengumumkan dirinya sebagai khalifah, dan mendirikan dinasti baru yang disebut Marwanid. Namun, dinasti Marwanid tidak bertahan lama, dan segera digulingkan dan dimusnahkan oleh Abbasiyah, yang kemudian mengambil alih kekuasaan dan kekhalifahan.

Baca Juga: Kisah hidup Walid bin Yazid

Kesimpulan

Ibrahim bin al-Walid adalah khalifah Bani Umayyah yang berkuasa pada abad kedelapan Masehi. Ia adalah putra dari al-Walid bin Abdul Malik, salah satu khalifah terbaik dan tersukses dalam sejarah Islam. Ia ditunjuk sebagai khalifah oleh pamannya, Yazid bin Abdul Malik, yang tidak memiliki anak laki-laki. Ia berusaha untuk menjadi khalifah yang baik dan benar, dengan melakukan berbagai prestasi dan kebijakan yang bermanfaat dan adil bagi rakyat dan negara. Namun, ia juga menghadapi berbagai tantangan dan masalah yang menggoyahkan kekuasaan dan kewibawaannya sebagai khalifah. Ia harus berjuang melawan berbagai pemberontakan, ancaman, dan intrik politik yang mengancam kestabilan dan kelangsungan dinasti Bani Umayyah. Ia tidak dapat mempertahankan kekuasaan dan kehormatannya sebagai khalifah, dan ia harus menghadapi kudeta yang menggulingkan dan membunuhnya. Ia menjadi khalifah terakhir dari dinasti Bani Umayyah, yang berakhir dengan kehancuran dan kemunduran.

Dari kisah hidup Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah Bani Umayyah, kita dapat belajar beberapa pelajaran dan hikmah, seperti:

  • Kekuasaan dan kehormatan adalah amanah yang harus dijaga dan dipertanggungjawabkan dengan baik. Kekuasaan dan kehormatan tidak boleh disalahgunakan atau disia-siakan, karena Allah SWT akan menanyakan dan membalasnya di akhirat.
  • Kepemimpinan adalah tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan bijaksana dan adil. Kepemimpinan tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang atau egois, karena Allah SWT akan memberikan petunjuk dan bantuan kepada pemimpin yang baik dan benar.
  • Ambisi adalah motivasi yang harus diarahkan dengan positif dan produktif. Ambisi tidak boleh dilandasi dengan hasad atau dengki, karena Allah SWT akan memberikan rezeki dan kesuksesan kepada orang yang bersyukur dan berusaha.
  • Kesetiaan dan loyalitas adalah sifat yang harus dijunjung tinggi dan dihormati. Kesetiaan dan loyalitas tidak boleh digantikan dengan khianat atau pengkhianatan, karena Allah SWT akan memberikan perlindungan dan pertolongan kepada orang yang setia dan loyal.

Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang kisah hidup Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah Bani Umayyah. Jika Anda memiliki pertanyaan atau tanggapan, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih telah membaca artikel ini.

FAQ

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan tentang kisah hidup Ibrahim bin al-Walid sebagai khalifah Bani Umayyah, beserta jawabannya:

Q: Apa nama lengkap Ibrahim bin al-Walid?

A: Nama lengkap Ibrahim bin al-Walid adalah Ibrahim bin al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan bin al-Hakam bin Abi al-As bin Umayyah bin Abd Syams bin Abd Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin al-Nadr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.

Q: Apa julukan atau gelar Ibrahim bin al-Walid?

A: Ibrahim bin al-Walid memiliki beberapa julukan atau gelar, seperti al-Muhtadi (yang mendapat petunjuk), al-Muhsin (yang berbuat baik), al-Muqaddam (yang didahulukan), dan al-Muqarrab (yang didekatkan).

Q: Apa sumber-sumber sejarah yang menceritakan tentang kisah hidup Ibrahim bin al-Walid?

A: Beberapa sumber sejarah yang menceritakan tentang kisah hidup Ibrahim bin al-Walid adalah Tarikh al-Tabari, Tarikh al-Ya’qubi, Tarikh al-Kamil, al-Bidayah wa al-Nihayah, dan Siyar A’lam al-Nubala.

Q: Apa dampak dan penilaian terhadap pemerintahan Ibrahim bin al-Walid?

A: Dampak dan penilaian terhadap pemerintahan Ibrahim bin al-Walid adalah bermacam-macam, tergantung dari sudut pandang dan perspektif yang digunakan. Secara umum, pemerintahan Ibrahim bin al-Walid dianggap sebagai pemerintahan yang gagal dan buruk, karena tidak mampu mengatasi berbagai tantangan dan masalah yang dihadapinya, serta menyebabkan kehancuran dan kemunduran Bani Umayyah. Namun, secara khusus, pemerintahan Ibrahim bin al-Walid juga dianggap sebagai pemerintahan yang baik dan benar, karena melakukan berbagai prestasi dan kebijakan yang bermanfaat dan adil bagi rakyat dan negara, serta menunjukkan sikap dan perilaku yang taat dan saleh terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam. Oleh karena itu, pemerintahan Ibrahim bin al-Walid memiliki sisi positif dan negatif, yang harus dilihat secara objektif dan proporsional.

Q: Apa pesan atau saran yang ingin disampaikan oleh Ibrahim bin al-Walid kepada kita?

A: Pesan atau saran yang ingin disampaikan oleh Ibrahim bin al-Walid kepada kita adalah untuk selalu bersabar dan bersyukur dalam menghadapi cobaan dan ujian dari Allah SWT, serta untuk selalu berusaha dan berdoa untuk mendapatkan petunjuk dan bantuan dari Allah SWT. Ibrahim bin al-Walid mengajarkan kita untuk tidak putus asa dan tidak menyerah dalam berjuang untuk kebenaran dan keadilan, serta untuk tidak sombong dan tidak lupa diri dalam menikmati nikmat dan karunia dari Allah SWT. Ibrahim bin al-Walid juga mengajarkan kita untuk selalu menjaga akhlak dan adab yang baik, serta untuk selalu menghormati dan mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam.

Sumber:

Al-Tabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. 1990. Tarikh al-Rusul wa al-Muluk. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Al-Ya’qubi, Ahmad bin Abi Ya’qub. 1983. Tarikh al-Ya’qubi. Beirut: Dar al-Sadir.

Al-Zuhri, Muhammad bin Muslim. 1987. Tarikh al-Kamil. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Ibn Kathir, Ismail bin Umar. 1985. Al-Bidayah wa al-Nihayah. Beirut: Dar al-Fikr.

Al-Dhahabi, Muhammad bin Ahmad. 1981. Siyar A’lam al-Nubala. Beirut: Muassasah al-Risalah.

Getting Info...

About the Author

The best of humanity is the one who is most beneficial to others. When someone has passed away, their deeds are severed except for three things: ongoing charity (Sadaqah Jariyah), beneficial knowledge, and a righteous child who prays for their paren…

Post a Comment

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.