Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam yang paling terkenal dan berpengaruh dalam sejarah Islam. Dia adalah khalifah kedua Islam yang memimpin umat Islam selama sepuluh tahun, dari tahun 13 H hingga 23 H. Di bawah kepemimpinannya, Islam berkembang pesat dan mencapai puncak kejayaannya. Dia juga dikenal sebagai pemimpin yang adil, bijaksana, dan berani yang mengimplementasikan berbagai kebijakan dan reformasi untuk kemaslahatan umat Islam. Namun, siapakah sebenarnya Umar bin Khattab? Bagaimana kisah hidupnya dari masa kecil hingga akhir hayatnya? Artikel ini akan mengulas secara lengkap dan mendalam kisah hidup Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu.
Baca Juga: Kisah hidup Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu’anhu
Masa Kecil dan Remaja
Umar bin Khattab lahir pada tahun 40 sebelum hijrah (580 M) di Makkah. Dia berasal dari suku Quraisy, suku yang paling terhormat dan berkuasa di Arab. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail, seorang pedagang kaya yang memiliki banyak unta dan kambing. Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim, seorang wanita yang berasal dari keluarga Bani Makhzum, salah satu klan terbesar dan terkuat di Quraisy. Umar bin Khattab memiliki dua saudara kandung, yaitu Zaid bin Khattab dan Fatimah binti Khattab. Dia juga memiliki beberapa saudara tiri dari ayahnya, di antaranya adalah Abdullah bin Khattab, Ubaid bin Khattab, dan Ummu Kultsum binti Khattab.
Umar bin Khattab tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas, kuat, dan berani. Dia belajar membaca dan menulis dari ayahnya, yang merupakan salah satu orang yang bisa membaca dan menulis di Makkah saat itu. Dia juga belajar menghafal Al-Quran dari ayahnya, yang merupakan salah satu orang yang pertama kali mendengar wahyu Allah dari Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam. Umar bin Khattab juga belajar ilmu-ilmu lain, seperti sastra, sejarah, geografi, dan astronomi. Dia juga mahir dalam berbicara, berdebat, dan berpidato.
Selain itu, Umar bin Khattab juga belajar ilmu bela diri, seperti berkuda, memanah, dan berpedang. Dia menjadi salah satu pemuda yang paling gagah dan perkasa di Makkah. Dia juga dikenal sebagai orang yang berani, jujur, dan tegas. Dia tidak takut untuk mengungkapkan pendapatnya dan membela kebenaran. Dia juga sangat menghormati orang tua, saudara, dan tetangganya.
Masa Pra-Islam
Umar bin Khattab hidup di masa pra-Islam, yaitu masa yang disebut sebagai masa jahiliyah, yaitu masa ketika orang-orang Arab menyembah berhala, minum khamr, berjudi, berzina, membunuh anak perempuan, dan melakukan berbagai kejahatan lainnya. Umar bin Khattab juga terpengaruh oleh budaya jahiliyah tersebut. Dia menjadi seorang pemuda yang suka minum khamr, berjudi, dan berkelahi. Dia juga menjadi seorang yang sombong, keras kepala, dan angkuh. Dia merasa bangga dengan keturunan, kekayaan, dan kekuasaannya. Dia juga membenci Islam, yang dia anggap sebagai agama yang mengancam kepercayaan dan tradisi leluhurnya.
Umar bin Khattab sangat membenci Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam dan para pengikutnya. Dia sering menghina, mengejek, dan menyakiti mereka. Dia juga berusaha untuk menghalang-halangi dakwah Islam dengan segala cara. Dia bahkan pernah berniat untuk membunuh Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam. Suatu hari, dia mengambil pedangnya dan berangkat menuju rumah Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam dengan niat jahat. Namun, di tengah jalan, dia bertemu dengan seorang sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam yang bernama Nu’aim bin Abdullah. Nu’aim bin Abdullah mengetahui niat Umar bin Khattab dan mencoba untuk mengalihkan perhatiannya. Dia berkata kepada Umar bin Khattab, “Mengapa kamu tidak memperbaiki keadaan keluargamu terlebih dahulu? Apakah kamu tidak tahu bahwa adik perempuanmu, Fatimah, dan suaminya, Said bin Zaid, telah masuk Islam dan mengikuti Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam?”
Masa Awal Islam
Umar bin Khattab terkejut mendengar perkataan Nu’aim bin Abdullah. Dia merasa marah dan malu bahwa adik perempuannya telah masuk Islam tanpa sepengetahuannya. Dia pun bergegas menuju rumah adik perempuannya. Di sana, dia mendengar suara bacaan Al-Quran dari dalam rumah. Dia mengetuk pintu dengan keras dan masuk dengan paksa. Dia melihat adik perempuannya, Fatimah, dan suaminya, Said bin Zaid, sedang membaca Al-Quran dari selembar kertas. Dia langsung menampar wajah adik perempuannya hingga berdarah. Adik perempuannya pun berteriak, “Ya Umar, apakah kamu akan membunuh kami hanya karena kami mengucapkan, ‘La ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah’?”
Umar bin Khattab merasa menyesal dan iba melihat adik perempuannya yang terluka. Dia meminta maaf kepada adik perempuannya dan meminta untuk melihat kertas yang berisi bacaan Al-Quran. Adik perempuannya memberikan kertas tersebut kepada Umar bin Khattab. Umar bin Khattab pun mulai membaca kertas tersebut dengan hati-hati. Dia terpesona oleh keindahan dan kebenaran ayat-ayat Al-Quran. Dia merasa tersentuh dan tergugah oleh firman Allah. Dia pun bertanya kepada adik perempuannya, “Di mana aku bisa menemui Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam?”
Adik perempuannya menjawab, “Dia berada di rumah Arqam bin Abi Arqam, di dekat bukit Shafa.” Umar bin Khattab pun segera berangkat menuju rumah Arqam bin Abi Arqam. Di sana, dia menemukan Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam sedang berada di tengah-tengah para sahabatnya. Umar bin Khattab pun masuk dengan membawa pedangnya. Para sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam merasa ketakutan dan bersiap-siap untuk melindungi Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam. Namun, Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam berkata, “Biarkan dia masuk. Mungkin Allah telah menghendaki sesuatu yang baik untuknya.”
Umar bin Khattab pun mendekati Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam dan berkata, “Ya Muhammad, aku datang kepadamu untuk mengucapkan syahadat dan masuk Islam.” Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam pun memeluk Umar bin Khattab dan bersyukur kepada Allah. Para sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam pun bergembira dan bersorak-sorai. Mereka berkata, “Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
Dengan masuknya Umar bin Khattab ke dalam Islam, dakwah Islam mendapatkan kekuatan dan dukungan baru. Umar bin Khattab menjadi salah satu sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam yang paling setia, berani, dan berjasa. Dia membantu menyebarkan Islam dengan lisan dan perbuatan. Dia juga membela Islam dari serangan dan gangguan musuh-musuh Islam. Dia menjadi pelindung dan penolong bagi para sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam yang lemah dan tertindas. Dia juga menjadi contoh dan teladan bagi para sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam yang lain.
Namun, masuknya Umar bin Khattab ke dalam Islam juga menimbulkan kemarahan dan kebencian dari kaum kafir Quraisy. Mereka merasa terancam dan tersinggung oleh keberanian dan kejujuran Umar bin Khattab. Mereka pun meningkatkan penganiayaan dan penentangan terhadap Islam dan para pengikutnya. Mereka berusaha untuk menghentikan dan menghancurkan dakwah Islam dengan segala cara.
Hijrah ke Madinah
Karena tekanan dan ancaman yang semakin besar dari kaum kafir Quraisy, Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam memerintahkan para sahabatnya untuk berhijrah ke Madinah, yaitu kota yang telah menerima dan mendukung Islam. Umar bin Khattab pun termasuk di antara para sahabat yang berhijrah ke Madinah. Dia berhijrah bersama dengan sahabatnya, Ayyasy bin Abi Rabi’ah. Mereka berdua berangkat dari Makkah dengan rahasia dan menyamar sebagai pedagang.
Namun, rencana mereka terbongkar oleh seorang wanita yang bernama Ummu Jamil, istri dari Abu Lahab, paman Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam yang sangat membenci Islam. Ummu Jamil memberitahu suaminya dan kaum kafir Quraisy tentang keberangkatan Umar bin Khattab dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah. Kaum kafir Quraisy pun segera mengejar dan menangkap mereka. Mereka membawa Umar bin Khattab dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah ke Makkah dan mengurung mereka di sebuah rumah.
Di sana, mereka menyiksa Umar bin Khattab dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah dengan berbagai cara. Mereka memukuli, mencambuki, dan menyiksa mereka dengan api, besi panas, dan batu. Mereka juga mengancam untuk membunuh mereka jika mereka tidak mau meninggalkan Islam. Namun, Umar bin Khattab dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah tetap tegar dan sabar. Mereka tidak mau mengingkari Islam dan tetap berpegang teguh pada iman mereka.
Allah pun menolong Umar bin Khattab dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah dari kesulitan mereka. Allah mengutus seorang sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam yang bernama Hisham bin Al-Ash’at untuk membebaskan mereka. Hisham bin Al-Ash’at berhasil menyusup ke rumah tempat Umar bin Khattab dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah ditahan. Dia membawa dua ekor unta dan dua set pakaian. Dia memberikan unta dan pakaian tersebut kepada Umar bin Khattab dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah. Dia juga memberikan mereka petunjuk jalan menuju Madinah. Umar bin Khattab dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah pun berhasil melarikan diri dari penjara dan melanjutkan perjalanan mereka ke Madinah.
Di Madinah, Umar bin Khattab disambut dengan hangat oleh Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya. Dia juga mendapatkan saudara perantaraan, yaitu sahabat yang dijodohkan oleh Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam untuk saling tolong-menolong dan bersaudara. Saudara perantaraan Umar bin Khattab adalah Itab bin Usaid, seorang sahabat yang berasal dari suku Aus, salah satu suku besar di Madinah.
Di Madinah, Umar bin Khattab menjadi salah satu sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam yang paling dekat dan dipercaya. Dia sering mendampingi Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam dalam berbagai kegiatan dan urusan. Dia juga menjadi salah satu penasihat dan pembantu Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam dalam mengurus masalah-masalah umat Islam. Dia juga menjadi salah satu pejuang dan komandan Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam dalam berbagai perang melawan musuh-musuh Islam. Dia berperan aktif dan penting dalam perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perang Khaibar, perang Hunain, dan perang Tabuk. Dia juga ikut serta dalam perjanjian Hudaibiyah dan penaklukan Makkah.
Masa Kekhalifahan Abu Bakar
Setelah wafatnya Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam pada tahun 11 H (632 M), umat Islam menghadapi krisis kepemimpinan. Mereka harus memilih seorang khalifah, yaitu pemimpin yang menggantikan Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam dalam mengurus urusan dunia umat Islam. Umat Islam terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok Anshar, yaitu penduduk Madinah yang telah membantu dan menampung para Muhajirin, yaitu pendatang dari Makkah, dan kelompok Muhajirin itu sendiri. Masing-masing kelompok mengusulkan calon khalifah dari kalangan mereka.
Umar bin Khattab, yang termasuk dalam kelompok Muhajirin, mengusulkan nama Abu Bakar, sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam yang paling akrab dan senior. Umar bin Khattab berpendapat bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling pantas menjadi khalifah karena dia adalah sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam yang pertama kali masuk Islam, yang paling banyak mengetahui sunnah Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam, yang paling banyak membantu dakwah Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam, dan yang paling dicintai oleh Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam. Umar bin Khattab juga mengingatkan bahwa Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam pernah menunjuk Abu Bakar untuk menjadi imam shalat di hadapan umat Islam saat beliau sakit.
Namun, kelompok Anshar tidak setuju dengan usulan Umar bin Khattab. Mereka mengusulkan nama Sa’ad bin Ubadah, salah satu pemimpin mereka. Mereka berpendapat bahwa Sa’ad bin Ubadah adalah orang yang paling layak menjadi khalifah karena dia adalah orang yang paling berjasa dalam membantu dan menampung para Muhajirin, yang paling berpengalaman dalam mengurus masalah-masalah sosial dan politik, dan yang paling dihormati oleh penduduk Madinah.
Terjadi perdebatan dan perselisihan antara kedua kelompok tersebut. Umat Islam hampir terpecah belah dan berkonflik. Namun, Allah menunjukkan jalan keluar dari masalah tersebut. Allah mengilhami seorang sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam yang bernama Al-Hubab bin Mundzir untuk memberikan saran yang bijaksana. Al-Hubab bin Mundzir berkata, “Hai kaum Anshar, bukankah kalian mencintai Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam dan mengikuti ajarannya? Bukankah kalian tahu bahwa Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam adalah orang yang paling tahu tentang kebaikan dan kebenaran? Bukankah kalian tahu bahwa Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam telah menunjuk Abu Bakar untuk menjadi imam shalat di hadapan kalian? Bukankah itu berarti bahwa Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam telah menunjukkan bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling pantas untuk menggantikannya? Maka, mengapa kalian tidak mengikuti sunnah Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam dan memberikan baiat kepada Abu Bakar?”
Ucapan Al-Hubab bin Mundzir membuat kaum Anshar tersadar dan insaf. Mereka pun menyetujui usulan Umar bin Khattab untuk mengangkat Abu Bakar menjadi khalifah. Mereka pun mendatangi Abu Bakar dan memberikan baiat kepadanya. Abu Bakar pun menerima baiat mereka dan menjadi khalifah pertama Islam. Umar bin Khattab menjadi salah satu orang yang pertama kali memberikan baiat kepada Abu Bakar. Dia juga menjadi salah satu sahabat yang paling setia dan mendukung Abu Bakar.
Umar bin Khattab menjadi penasihat dan sahabat dekat Abu Bakar. Dia membantu Abu Bakar dalam mengatasi berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi oleh umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam. Di antara masalah dan tantangan tersebut adalah:
- Munculnya para pemalsu nubuwwah, yaitu orang-orang yang mengaku sebagai nabi dan rasul setelah Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam. Mereka menyesatkan sebagian umat Islam dan menentang kekuasaan Abu Bakar. Contoh dari para pemalsu nubuwwah ini adalah Musailamah al-Kadzdzab, Aswad al-Ansi, Tulaihah al-Asyja’i, dan Sajah binti al-Harits.
- Munculnya para pengingkar zakat, yaitu orang-orang yang menolak untuk membayar zakat, salah satu rukun Islam, kepada Abu Bakar. Mereka menganggap bahwa zakat hanya wajib dibayar kepada Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam, bukan kepada Abu Bakar. Contoh dari para pengingkar zakat ini adalah Malik bin Nuwairah, Bani Tamim, Bani Asad, dan Bani Fazara.
- Munculnya para pembelot Islam, yaitu orang-orang yang keluar dari Islam dan kembali ke agama dan kepercayaan mereka sebelumnya. Mereka menganggap bahwa Islam telah berakhir dengan wafatnya Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam. Contoh dari para pembelot Islam ini adalah Bani Hanifah, Bani Sulaim, Bani Ghatafan, dan Bani Bahra.
Abu Bakar menghadapi masalah dan tantangan tersebut dengan tegas dan bijaksana. Dia mengirimkan pasukan-pasukan Islam untuk memerangi dan mengalahkan para pemalsu nubuwwah, para pengingkar zakat, dan para pembelot Islam. Perang-perang yang terjadi antara pasukan Islam dan kelompok-kelompok tersebut disebut sebagai perang riddah, yaitu perang melawan orang-orang yang murtad dari Islam. Umar bin Khattab menjadi salah satu komandan pasukan Islam dalam perang riddah. Dia berhasil memimpin pasukan Islam untuk mengalahkan Musailamah al-Kadzdzab dan pasukannya di Yamamah, salah satu medan perang riddah yang paling sengit dan berdarah.
Selain itu, Abu Bakar juga melanjutkan misi Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Dia mengirimkan pasukan-pasukan Islam untuk menaklukkan dan mengislamkan berbagai negeri dan bangsa. Di antara negeri dan bangsa yang ditaklukkan dan diislamkan oleh pasukan Islam di bawah kepemimpinan Abu Bakar adalah:
- Negeri Syam, yaitu wilayah yang meliputi Palestina, Yordania, Lebanon, dan Suriah. Negeri Syam saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi Timur, yang beragama Kristen. Pasukan Islam berhasil mengalahkan pasukan Romawi dalam berbagai pertempuran, seperti pertempuran Ajnadayn, pertempuran Yarmuk, dan pertempuran Fihl.
- Negeri Irak, yaitu wilayah yang meliputi bagian timur Sungai Efrat dan bagian barat Sungai Tigris. Negeri Irak saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia, yang beragama Zoroaster. Pasukan Islam berhasil mengalahkan pasukan Persia dalam berbagai pertempuran, seperti pertempuran Namaraq, pertempuran Qadisiyyah, dan pertempuran Nahawand.
- Negeri Mesir, yaitu wilayah yang meliputi lembah Sungai Nil dan sekitarnya. Negeri Mesir saat itu juga berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi Timur. Pasukan Islam berhasil mengalahkan pasukan Romawi dalam berbagai pertempuran, seperti pertempuran Heliopolis, pertempuran Babilon, dan pengepungan Alexandria.
Umar bin Khattab juga menjadi salah satu komandan pasukan Islam dalam penaklukan dan pengislaman negeri-negeri tersebut. Dia berhasil memimpin pasukan Islam untuk mengalahkan pasukan Romawi di Syam dan pasukan Persia di Irak. Dia juga menjadi salah satu penasehat Abu Bakar dalam menentukan strategi dan kebijakan perang.
Baca Juga: Perjalanan Hidup Salim Maula Abu Hudzaifah
Masa Kekhalifahan Umar bin Khattab
Umar bin Khattab menjadi khalifah kedua Islam setelah Abu Bakar wafat pada tahun 13 H (634 M). Abu Bakar sebelum meninggal telah menetapkan Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Abu Bakar berkata, “Aku telah memilih Umar bin Khattab sebagai khalifah setelahku. Aku telah memilihnya karena aku tahu bahwa dia adalah orang yang paling bertaqwa kepada Allah, paling berpengetahuan tentang agama, paling adil dalam hukum, paling kuat dalam jihad, dan paling bijaksana dalam urusan. Aku harap kalian semua akan memberikan baiat kepadanya dan mendukungnya.”
Umat Islam pun menerima pilihan Abu Bakar dan memberikan baiat kepada Umar bin Khattab. Umar bin Khattab pun menjadi khalifah kedua Islam. Dia memimpin umat Islam selama sepuluh tahun, dari tahun 13 H hingga 23 H (634 M hingga 644 M). Di bawah kepemimpinannya, Islam berkembang pesat dan mencapai puncak kejayaannya. Dia juga dikenal sebagai pemimpin yang adil, bijaksana, dan berani yang mengimplementasikan berbagai kebijakan dan reformasi untuk kemaslahatan umat Islam. Di antara kebijakan dan reformasi yang dilakukan oleh Umar bin Khattab adalah:
Menyusun dan menyempurnakan sistem administrasi dan pemerintahan Islam. Dia membagi wilayah-wilayah Islam menjadi beberapa provinsi dan distrik. Dia menunjuk para gubernur, hakim, dan pejabat-pejabat lainnya untuk mengurus urusan-urusan di setiap wilayah. Dia juga menetapkan syarat-syarat dan kriteria-kriteria untuk menunjuk para pejabat tersebut. Dia juga mengawasi dan mengontrol kinerja dan perilaku para pejabat tersebut. Dia juga memberikan hak dan kewajiban kepada para pejabat dan rakyatnya.
Menyusun dan menyempurnakan sistem keuangan dan ekonomi Islam. Dia memperkenalkan sistem mata uang Islam, yaitu dinar dan dirham, yang berdasarkan pada standar emas dan perak. Dia juga memperkenalkan sistem baitul mal, yaitu lembaga keuangan Islam yang mengelola pemasukan dan pengeluaran negara. Dia juga memperkenalkan sistem zakat, yaitu kewajiban membayar sebagian harta kepada fakir miskin dan golongan yang berhak. Dia juga memperkenalkan sistem kharaj, yaitu pajak yang dibayar oleh penduduk non-Muslim di wilayah-wilayah Islam. Dia juga memperkenalkan sistem hisbah, yaitu pengawasan terhadap pasar dan perdagangan. Dia juga memperhatikan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi rakyatnya.
Menyusun dan menyempurnakan sistem hukum dan peradilan Islam. Dia memastikan bahwa hukum-hukum Islam diterapkan dengan benar dan adil. Dia juga memastikan bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban rakyat dijaga dan dipenuhi. Dia juga memastikan bahwa tidak ada penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi di kalangan pejabat. Dia juga memastikan bahwa tidak ada diskriminasi dan penindasan terhadap rakyat, terutama terhadap kaum lemah, miskin, dan non-Muslim. Dia juga memastikan bahwa tidak ada kezaliman dan kekerasan terhadap rakyat, terutama terhadap wanita, anak-anak, dan hewan.
Menyusun dan menyempurnakan sistem pendidikan dan kebudayaan Islam. Dia membangun dan mendukung berbagai lembaga pendidikan, seperti masjid, madrasah, dan perpustakaan. Dia juga mendorong dan mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan, seperti ilmu agama, ilmu bahasa, ilmu sejarah, ilmu matematika, ilmu astronomi, ilmu kedokteran, dan ilmu militer. Dia juga menghargai dan melestarikan berbagai kebudayaan, seperti sastra, seni, musik, dan arsitektur. Dia juga menghormati dan mengakui berbagai perbedaan, seperti ras, etnis, bahasa, dan agama.
Melanjutkan dan memperluas penaklukan dan pengislaman negeri-negeri dan bangsa-bangsa. Dia melanjutkan misi Abu Bakar untuk menyelesaikan penaklukan dan pengislaman negeri Syam, Irak, dan Mesir. Dia juga memulai penaklukan dan pengislaman negeri-negeri dan bangsa-bangsa lain, seperti:
- Negeri Persia, yaitu wilayah yang meliputi bagian timur Sungai Tigris dan sekitarnya. Negeri Persia saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Sassaniyah, yang merupakan penerus Kekaisaran Persia. Pasukan Islam berhasil mengalahkan pasukan Sassaniyah dalam berbagai pertempuran, seperti pertempuran Qadisiyyah, pertempuran Jalula, pertempuran Nahawand, dan pertempuran Nihawand.
- Negeri Anatolia, yaitu wilayah yang meliputi bagian barat dan tengah Turki saat ini. Negeri Anatolia saat itu juga berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi Timur. Pasukan Islam berhasil mengalahkan pasukan Romawi dalam berbagai pertempuran, seperti pertempuran Yarmuk, pertempuran Malazgirt, dan pertempuran Manzikert.
- Negeri Afrika Utara, yaitu wilayah yang meliputi Libya, Tunisia, Aljazair, dan Maroko saat ini. Negeri Afrika Utara saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi Timur dan Kekaisaran Vandal, yang beragama Kristen. Pasukan Islam berhasil mengalahkan pasukan Romawi dan Vandal dalam berbagai pertempuran, seperti pertempuran Tripoli, pertempuran Kartago, pertempuran Tanger, dan pertempuran Ceuta.
Masa Akhir Kehidupan
Umar bin Khattab menghadapi berbagai tantangan dan ancaman di masa akhir kehidupannya. Di antara tantangan dan ancaman tersebut adalah:
- Munculnya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Beberapa kelompok dan golongan mulai menyimpang dari ajaran dan sunnah Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam. Mereka mulai menyebarluaskan pendapat dan pemikiran yang menyelisihi Al-Quran dan Hadits. Mereka juga mulai berkonflik dan berselisih dengan kelompok dan golongan lain. Contoh dari kelompok dan golongan yang menyimpang ini adalah Khawarij, Syiah, Qadariyah, dan Murji’ah.
- Munculnya permusuhan dan permintaan balas dendam dari negeri-negeri dan bangsa-bangsa yang ditaklukkan dan diislamkan oleh pasukan Islam. Beberapa negeri dan bangsa tidak puas dan tidak rela dengan kekuasaan dan pengaruh Islam. Mereka mulai melakukan pemberontakan dan perlawanan terhadap pasukan Islam. Mereka juga mulai merencanakan dan melaksanakan pembunuhan terhadap para pemimpin dan pejabat Islam. Contoh dari negeri dan bangsa yang bermusuhan ini adalah Persia, Romawi, Vandal, dan Yahudi.
Umar bin Khattab menghadapi tantangan dan ancaman tersebut dengan sabar dan tawakkal. Dia berusaha untuk menyelesaikan dan mengatasi masalah-masalah tersebut dengan cara yang terbaik. Dia juga berusaha untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan dan kemuliaan Islam. Namun, Allah telah menentukan takdir yang lain untuk Umar bin Khattab. Allah telah menentukan bahwa Umar bin Khattab akan meninggal dunia dengan cara yang syahid, yaitu mati karena dibunuh di jalan Allah.
Pada tanggal 26 Dzulhijjah tahun 23 H (644 M), Umar bin Khattab sedang melaksanakan shalat subuh di masjid Nabawi bersama dengan para sahabat dan rakyatnya. Tiba-tiba, seorang laki-laki yang bernama Abu Lu’lu’ah al-Majusi, seorang budak Persia yang bekerja sebagai tukang, menusuk perut Umar bin Khattab dengan pisau yang beracun. Umar bin Khattab pun terjatuh dan berteriak, “Aku telah dibunuh!”
Para sahabat dan rakyat yang berada di masjid pun menjadi panik dan bingung. Mereka berusaha untuk menangkap dan membunuh Abu Lu’lu’ah al-Majusi, namun dia berhasil melarikan diri dan membunuh dirinya sendiri. Mereka juga berusaha untuk menolong dan menyelamatkan Umar bin Khattab, namun luka yang dideritanya terlalu parah. Umar bin Khattab pun menghembuskan nafas terakhirnya di rumahnya, di samping istrinya, Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib.
Umat Islam pun berduka cita dan bersedih atas wafatnya Umar bin Khattab. Mereka merasa kehilangan salah satu pemimpin dan sahabat terbaik mereka. Mereka juga merasa khawatir dan takut atas masa depan mereka. Mereka pun mendoakan dan memuji Umar bin Khattab dengan berbagai kalimat dan ungkapan. Mereka berkata, “Semoga Allah merahmati Umar bin Khattab. Dia adalah khalifah yang adil, bijaksana, dan berani. Dia adalah sahabat yang setia, jujur, dan tegas. Dia adalah mujahid yang gagah, kuat, dan perkasa. Dia adalah muslim yang taqwa, ilmu, dan amal.”
Kesimpulan
Kisah ini juga menunjukkan bagaimana seseorang yang awalnya hidup dalam kemewahan dan kesenangan, berubah menjadi seseorang yang hidup dalam kesederhanaan dan ketaatan. Kisah ini juga menunjukkan bagaimana seseorang yang awalnya hanya peduli dengan diri dan kelompoknya sendiri, berubah menjadi seseorang yang peduli dengan seluruh umat dan kemanusiaan. Kisah ini juga menunjukkan bagaimana seseorang yang awalnya hanya mengandalkan akal dan kekuatan, berubah menjadi seseorang yang mengandalkan Allah dan tawakkal.
Dari kisah hidup Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, kita dapat belajar banyak hal. Kita dapat belajar tentang pentingnya iman, taqwa, ilmu, amal, jihad, adil, bijak, berani, sabar, tawakkal, zuhud, rendah hati, lembut, ramah, dan sifat-sifat mulia lainnya. Kita juga dapat belajar tentang cara menghadapi dan mengatasi berbagai masalah dan tantangan dalam hidup. Kita juga dapat belajar tentang cara menyebarkan dan mempertahankan Islam di dunia. Kita juga dapat belajar tentang cara menjadi pemimpin dan sahabat yang baik bagi umat Islam.
Semoga Allah memberikan rahmat dan ridha-Nya kepada Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Semoga Allah menjadikan kita sebagai pengikut dan pewaris beliau. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang mencintai dan membela Islam. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang bermanfaat dan berkah bagi umat dan kemanusiaan. Amin.
FAQ
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan oleh pembaca mengenai kisah hidup Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, beserta jawabannya.
Q: Apa nama lengkap Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu?
A: Nama penuh beliau adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Rabi’ah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib al-Qurasyi al-Adawi.
Q: Siapa nama istrinya Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu?
A: Beliau memiliki beberapa istri, antara lain adalah Zainab binti Mazh’un, Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib, Jamilah binti Ashim bin Tsabit, Atikah binti Zaid bin Amr bin Nufail, Ummu Hakim binti al-Harits bin Hisham, dan Luqainah binti Jarir bin Atik.
Q: Siapa nama anak-anaknya Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu?
A: Beliau memiliki beberapa anak, antara lain adalah Abdullah, Abdul Rahman, Ubaidullah, Zaid, Hafshah, Ruqayyah, Fatimah, Ummu Kulsum, Ummu Asim, Ummu Abdillah, Ummu Farwah, dan Ummu Hani.
Q: Apa julukan dan gelarnya Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu?
A: Beliau memiliki beberapa julukan dan gelar, antara lain adalah al-Faruq, yaitu orang yang memisahkan antara haq dan bathil, Amirul Mukminin, yaitu pemimpin orang-orang mukmin, dan al-Adil, yaitu orang yang adil.
Q: Apa sumber-sumber utama yang mengisahkan kisah hidup Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu?
A: Sumber-sumber utama yang mengisahkan kisah hidup beliau adalah Al-Quran, Hadits, Sirah, Tarikh, dan Tabaqat. Beberapa buku yang khusus membahas kisah hidup beliau adalah:
- Al-Faruq Umar bin Khattab, karya Dr. Ali Muhammad as-Shalabi
- Umar bin Khattab: Khalifah yang Adil, karya Abdul Basit Ahmad
- Umar bin Khattab: The Second Caliph of Islam, karya Muhammad Husayn Haykal