Walid bin Yazid adalah salah satu tokoh yang menarik dan kontroversial dalam sejarah Islam. Ia adalah khalifah Bani Umayyah yang memerintah dari tahun 125 H/743 M hingga 126 H/744 M. Ia dikenal sebagai seorang penguasa yang berani, cerdas, dan berbakat, tetapi juga sebagai seorang yang suka berfoya-foya, bermaksiat, dan menyalahgunakan kekuasaan. Dalam artikel ini, kita akan mengenal lebih dekat kisah hidup Walid bin Yazid, mulai dari latar belakang keluarganya, pendidikan dan kepribadiannya, kenaikan dan kejatuhannya sebagai khalifah, hingga penilaian dan warisannya dalam sejarah dan sastra.
Baca Juga: Kisah Hidup Hisyam bin Abdul Malik
Keturunan dan keluarga
Walid bin Yazid lahir pada tahun 107 H/725 M di Damaskus, ibu kota kekhalifahan Bani Umayyah. Ia adalah putra sulung dari Yazid bin Abd al-Malik, khalifah Bani Umayyah, dan Atika binti Yazid bin Muawiyah, cucu dari Muawiyah bin Abi Sufyan, pendiri dinasti Umayyah. Dengan demikian, Walid bin Yazid memiliki garis keturunan yang sangat mulia dan terhormat di kalangan Bani Umayyah.
Walid bin Yazid memiliki tiga saudara laki-laki, yaitu Sulaiman, Ishaq, dan Maslama, dan dua saudara perempuan, yaitu Fatimah dan Umm Kulthum. Ia juga memiliki beberapa istri dan anak-anak, tetapi nama-nama mereka tidak banyak diketahui. Salah satu istri yang terkenal adalah Umm Ja’far, putri dari Ja’far bin al-Walid, saudara dari khalifah al-Walid bin Abd al-Malik. Salah satu anak yang terkenal adalah Yazid bin Walid, yang menjadi khalifah sebentar setelah kematian ayahnya.
Pendidikan dan kepribadian
Walid bin Yazid mendapatkan pendidikan agama dan sastra dari ayahnya, yang juga seorang ulama dan sastrawan. Ia belajar membaca dan menghafal al-Qur’an, hadis, fiqih, tafsir, dan ilmu-ilmu lainnya. Ia juga belajar puisi, bahasa, retorika, dan seni dari para guru dan ahli yang terkenal di zamannya. Ia menunjukkan bakatnya dalam bidang-bidang ini sejak usia muda, dan menjadi salah satu sastrawan terbaik di antara para khalifah Bani Umayyah.
Walid bin Yazid memiliki kepribadian yang kompleks dan kontradiktif. Di satu sisi, ia adalah seorang yang berani, cerdas, dan berbakat, yang mampu mengambil keputusan yang tepat dan berani dalam situasi sulit. Ia juga memiliki rasa keadilan, kemurahan hati, dan kasih sayang terhadap rakyatnya, terutama yang miskin dan tertindas. Ia sering memberikan sedekah, zakat, dan hadiah kepada mereka, dan membebaskan banyak budak. Di sisi lain, ia adalah seorang yang suka berfoya-foya, bermaksiat, dan menyalahgunakan kekuasaan. Ia sering minum-minum, berjudi, berzina, dan melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Ia juga sering memperlakukan orang-orang dengan sewenang-wenang, kejam, dan tidak adil, terutama yang menentang atau mengkritiknya. Ia tidak menghormati ulama, sahabat, dan keluarga nabi, dan bahkan menghina dan mencela mereka.
Kenaikan ke tampuk kekuasaan
Walid bin Yazid menjadi penerus ayahnya sebagai khalifah Bani Umayyah setelah ayahnya meninggal pada tahun 125 H/743 M. Ia menghadapi banyak tantangan dan masalah sejak awal pemerintahannya. Salah satu tantangan terbesar adalah pemberontakan yang terjadi di berbagai wilayah kekhalifahan, seperti Irak, Hijaz, Yaman, Khurasan, dan Afrika Utara. Pemberontakan ini dipicu oleh ketidakpuasan dan ketidaksetiaan terhadap dinasti Umayyah, yang dianggap sebagai penguasa yang zalim, korup, dan menyimpang dari ajaran Islam. Pemberontakan ini juga didukung oleh kelompok-kelompok yang memiliki aspirasi politik, etnis, atau agama yang berbeda, seperti Syi’ah, Khawarij, Alawiyah, Qadar, dan lain-lain.
Walid bin Yazid berusaha menumpas pemberontakan ini dengan mengirim pasukan-pasukan yang dipimpin oleh para jenderal yang loyal dan berpengalaman, seperti al-Hajjaj bin Yusuf, Maslama bin Abd al-Malik, Abd al-Aziz bin al-Walid, dan lain-lain. Ia juga berusaha menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi akar penyebab pemberontakan, seperti ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik, dengan mengambil langkah-langkah reformasi dan konsolidasi. Ia membagi-bagikan tanah, harta, dan jabatan kepada para pendukung dan sekutunya, serta mengampuni dan mengulurkan tangan kepada para lawan kepada para pemberontak yang bersedia berdamai. Dengan cara ini, ia berhasil mengatasi sebagian besar pemberontakan dan mempertahankan keutuhan kekhalifahan.
Kebijakan dan prestasi
Walid bin Yazid juga melakukan beberapa kebijakan dan prestasi yang layak diapresiasi selama masa pemerintahannya, baik di bidang politik, militer, ekonomi, sosial, budaya, maupun agama. Di bidang politik, ia mengatur administrasi dan birokrasi kekhalifahan dengan lebih efisien dan efektif, serta menghapuskan praktik nepotisme dan favoritisme. Ia juga menjaga hubungan baik dengan negara-negara tetangga, seperti Kekaisaran Romawi Timur, Kekaisaran Sassania, dan Kekaisaran Tiongkok, serta mengirim utusan dan hadiah kepada mereka.
Di bidang militer, ia melanjutkan ekspansi dan penaklukan wilayah-wilayah baru, seperti Sindh, Transoxiana, dan Maghrib. Ia juga memperkuat pertahanan dan keamanan wilayah-wilayah yang sudah dikuasai, seperti Suriah, Mesir, dan Andalusia. Ia juga membangun dan memperbaiki benteng-benteng, jalan-jalan, dan jembatan-jembatan, serta menyediakan persenjataan dan perlengkapan yang memadai bagi pasukannya.
Di bidang ekonomi, ia meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya dengan mengatur sistem perpajakan, perdagangan, dan pertanian dengan lebih adil dan merata. Ia juga membangun dan memperbaiki fasilitas-fasilitas publik, seperti pasar, kantor pos, rumah sakit, dan sekolah. Ia juga mengeluarkan mata uang baru yang lebih stabil dan standar, serta mengembangkan industri dan kerajinan yang berkualitas.
Di bidang sosial, ia memperhatikan dan memenuhi kebutuhan dan hak-hak rakyatnya, terutama yang miskin dan tertindas. Ia memberikan bantuan dan subsidi kepada mereka, serta memberantas kemiskinan, kelaparan, dan penyakit. Ia juga mengadakan kegiatan-kegiatan sosial, seperti pesta, pernikahan, dan pemakaman, serta menghibur rakyatnya dengan pertunjukan-pertunjukan seni dan olahraga.
Di bidang budaya, ia mendukung dan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra di bawah naungan kekhalifahan. Ia membangun dan memperbaiki masjid-masjid, madrasah-madrasah, perpustakaan-perpustakaan, dan observatorium-observatorium, serta mengundang dan memberi penghargaan kepada para ilmuwan, seniman, dan sastrawan yang berjasa. Ia juga menciptakan dan menyebarkan karya-karya yang indah dan bermutu, terutama dalam bidang puisi dan seni.
Di bidang agama, ia menjaga dan menegakkan syariat Islam di seluruh wilayah kekhalifahan. Ia melaksanakan ibadah-ibadah wajib, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, serta mengajak dan mengawasi rakyatnya untuk melakukannya. Ia juga melindungi dan memelihara tempat-tempat suci, seperti Ka’bah, Masjid Nabawi, dan Masjid al-Aqsa, serta mengirim bantuan dan bala bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
Skandal dan kontroversi
Namun, di samping kebijakan dan prestasi yang positif, Walid bin Yazid juga melakukan beberapa skandal dan kontroversi yang negatif dan merugikan selama masa pemerintahannya, baik yang bersifat pribadi maupun publik. Skandal dan kontroversi ini menimbulkan kemarahan dan kebencian dari banyak pihak, terutama dari para ulama, sahabat, dan keluarga nabi, serta dari rakyatnya sendiri.
Di bidang pribadi, Walid bin Yazid sering melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, seperti minum-minum, berjudi, berzina, dan menyantet. Ia juga sering mengadakan pesta-pesta yang mewah dan maksiat, serta mengundang para penyanyi, penari, dan pelacur. Ia juga sering berselingkuh dengan wanita-wanita yang bukan mahramnya, bahkan dengan istri-istri dan anak-anak perempuannya sendiri. Ia juga sering memperlakukan istri-istri dan anak-anaknya dengan kasar dan tidak adil, bahkan sampai membunuh sebagian dari mereka.
Di bidang publik, Walid bin Yazid sering memperlakukan orang-orang dengan sewenang-wenang, kejam, dan tidak adil, terutama yang menentang atau mengkritiknya. Ia sering memenjarakan, menyiksa, membunuh, atau mengusir mereka, tanpa alasan yang jelas atau bukti yang kuat. Ia juga sering menghina dan mencela orang-orang yang dihormati dan disegani oleh umat Islam, seperti ulama, sahabat, dan keluarga nabi, bahkan sampai mengutuk dan mengkafirkan mereka. Ia juga sering menyimpang dari ajaran Islam, seperti mengubah atau menafsirkan al-Qur’an dan hadis sesuai dengan keinginan dan hawa nafsunya, serta mengklaim bahwa ia adalah nabi atau tuhan.
Pemberontakan dan kematian
Skandal dan kontroversi yang dilakukan oleh Walid bin Yazid menyebabkan banyak orang yang tidak puas dan tidak setia terhadapnya, baik dari kalangan Bani Umayyah sendiri maupun dari kalangan lainnya. Mereka mulai bersekongkol dan berencana untuk menggulingkan dan membunuhnya, serta menggantinya dengan orang lain yang lebih layak dan lebih baik. Salah satu orang yang paling berani dan paling berpengaruh dalam melakukan pemberontakan terhadap Walid bin Yazid adalah Ibrahim bin al-Walid, saudara sepupunya, yang juga merupakan putra dari khalifah al-Walid bin Abd al-Malik.
Ibrahim bin al-Walid memanfaatkan ketidakhadiran Walid bin Yazid, yang sedang berada di Damaskus, untuk mengambil alih kekuasaan di kota-kota penting, seperti Kufah, Basrah, dan Madinah. Ia juga mendapatkan dukungan dan simpati dari banyak orang, terutama dari para ulama, sahabat, dan keluarga nabi, serta dari rakyat yang muak dengan kelakuan Walid bin Yazid. Ia juga mengirim surat-surat yang berisi ajakan dan ancaman kepada para gubernur dan jenderal yang masih setia kepada Walid bin Yazid, agar mereka beralih ke pihaknya atau bersiap menghadapi perang.
Walid bin Yazid, yang mengetahui adanya pemberontakan yang dipimpin oleh Ibrahim bin al-Walid, segera mengumpulkan pasukan dan persenjataan untuk menghadapinya. Ia juga mengirim surat-surat yang berisi perintah dan janji kepada para gubernur dan jenderal yang masih setia kepadanya, agar mereka tetap berada di pihaknya atau mendapatkan imbalan. Ia juga mengirim surat-surat yang berisi tantangan dan ejekan kepada Ibrahim bin al-Walid dan para pendukungnya, agar mereka menyerah atau menghadapi kemusnahan.
Pertempuran antara Walid bin Yazid dan Ibrahim bin al-Walid terjadi di al-Bakhra, sebuah desa di dekat Damaskus, pada bulan Muharram tahun 126 H/744 M. Pertempuran ini berlangsung sengit dan berdarah-darah, dengan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Namun, akhirnya, Walid bin Yazid mengalami kekalahan dan kematian yang tragis. Ia ditembak oleh panah yang mengenai lehernya, lalu dipenggal oleh pedang yang menghujam kepalanya. Kepalanya kemudian dibawa dan ditunjukkan kepada Ibrahim bin al-Walid, yang kemudian mengumumkan dirinya sebagai khalifah baru Bani Umayyah.
Penilaian dan warisan
Walid bin Yazid adalah salah satu khalifah Bani Umayyah yang paling kontroversial dan bersejarah. Ia memiliki dua sisi yang bertolak belakang, yaitu sisi yang positif dan sisi yang negatif. Sisi positifnya adalah ia adalah seorang penguasa yang berani, cerdas, dan berbakat, yang melakukan beberapa kebijakan dan prestasi yang bermanfaat bagi kekhalifahan dan umat Islam. Sisi negatifnya adalah ia adalah seorang yang suka berfoya-foya, bermaksiat, dan menyalahgunakan kekuasaan, yang melakukan beberapa skandal dan kontroversi yang merugikan bagi kekhalifahan dan umat Islam.
Penilaian dan warisan yang diberikan oleh para sejarawan dan ulama terhadap Walid bin Yazid pun bervariasi, baik yang positif maupun negatif. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
- Al-Tabari, seorang sejarawan dan mufasir terkenal, mengatakan bahwa Walid bin Yazid adalah seorang yang “memiliki banyak kelebihan dan kekurangan, yang tidak dapat disebutkan semuanya. Ia adalah seorang yang berani, cerdas, dan berbakat, tetapi juga seorang yang suka berfoya-foya, bermaksiat, dan menyalahgunakan kekuasaan. Ia adalah seorang yang memiliki rasa keadilan, kemurahan hati, dan kasih sayang, tetapi juga seorang yang memiliki rasa sombong, angkuh, dan kejam. Ia adalah seorang yang mendukung dan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, tetapi juga seorang yang menyimpang dan menentang ajaran Islam.”
- Ibn Khaldun, seorang sejarawan dan filsuf terkenal, mengatakan bahwa Walid bin Yazid adalah seorang yang “memiliki banyak kelebihan dan kekurangan, yang saling meniadakan. Ia adalah seorang yang berani, cerdas, dan berbakat, tetapi juga seorang yang suka berfoya-foya, bermaksiat, dan menyalahgunakan kekuasaan. Ia adalah seorang yang memerintah dengan baik dan adil, tetapi juga seorang yang memerintah dengan buruk dan zalim. Ia adalah seorang yang membangun dan memperbaiki kekhalifahan, tetapi juga seorang yang menghancurkan dan merusak kekhalifahan.”
- Al-Mas’udi, seorang sejarawan dan geografer terkenal, mengatakan bahwa Walid bin Yazid adalah seorang yang “memiliki banyak kelebihan dan kekurangan, yang saling bertentangan. Ia adalah seorang yang berani, cerdas, dan berbakat, tetapi juga seorang yang suka berfoya-foya, bermaksiat, dan menyalahgunakan kekuasaan. Ia adalah seorang yang memiliki rasa keadilan, kemurahan hati, dan kasih sayang, tetapi juga seorang yang memiliki rasa sombong, angkuh, dan kejam. Ia adalah seorang yang mendukung dan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, tetapi juga seorang yang menyimpang dan menentang ajaran Islam.”
Dari penilaian dan warisan yang diberikan oleh para sejarawan dan ulama tersebut, kita dapat melihat bahwa Walid bin Yazid adalah seorang yang memiliki dua sisi yang bertolak belakang, yang sulit untuk disatukan dan diselaraskan. Ia adalah seorang yang memiliki potensi dan kemampuan yang besar, tetapi juga seorang yang memiliki kelemahan dan kesalahan yang fatal. Ia adalah seorang yang memiliki kontribusi dan pengaruh yang besar, tetapi juga seorang yang memiliki dampak dan akibat yang besar.
Baca Juga: Kisah hidup Yazid bin Abdul Malik
Kesimpulan
Walid bin Yazid adalah salah satu khalifah Bani Umayyah yang paling menarik dan kontroversial dalam sejarah Islam. Ia memiliki dua sisi yang bertolak belakang, yaitu sisi yang positif dan sisi yang negatif. Sisi positifnya adalah ia adalah seorang penguasa yang berani, cerdas, dan berbakat, yang melakukan beberapa kebijakan dan prestasi yang bermanfaat bagi kekhalifahan dan umat Islam. Sisi negatifnya adalah ia adalah seorang yang suka berfoya-foya, bermaksiat, dan menyalahgunakan kekuasaan, yang melakukan beberapa skandal dan kontroversi yang merugikan bagi kekhalifahan dan umat Islam.
Penilaian dan warisan yang diberikan oleh para sejarawan dan ulama terhadap Walid bin Yazid pun bervariasi, baik yang positif maupun negatif. Beberapa di antaranya adalah al-Tabari, Ibn Khaldun, dan al-Mas’udi, yang mengatakan bahwa Walid bin Yazid adalah seorang yang memiliki banyak kelebihan dan kekurangan, yang saling meniadakan, bertentangan, atau meniadakan. Dari penilaian dan warisan tersebut, kita dapat melihat bahwa Walid bin Yazid adalah seorang yang memiliki potensi dan kemampuan yang besar, tetapi juga seorang yang memiliki kelemahan dan kesalahan yang fatal. Ia adalah seorang yang memiliki kontribusi dan pengaruh yang besar, tetapi juga seorang yang memiliki dampak dan akibat yang besar.
FAQ
Berikut adalah lima pertanyaan yang sering diajukan tentang Walid bin Yazid, beserta jawabannya:
Q: Kapan Walid bin Yazid lahir dan meninggal?
A: Walid bin Yazid lahir pada tahun 107 H/725 M di Damaskus, dan meninggal pada tahun 126 H/744 M di al-Bakhra.
Q: Siapa yang membunuh Walid bin Yazid?
A: Walid bin Yazid dibunuh oleh salah satu prajurit yang berpihak kepada Ibrahim bin al-Walid, saudara sepupunya, yang memberontak terhadapnya.
Q: Apa julukan Walid bin Yazid?
A: Walid bin Yazid memiliki beberapa julukan, baik yang positif maupun negatif, seperti al-Walid al-Akbar (Walid yang Besar), al-Walid al-Malik (Walid yang Raja), al-Walid al-Sha’ir (Walid yang Penyair), al-Walid al-Fasiq (Walid yang Fasik), al-Walid al-Murtad (Walid yang Murtad), dan al-Walid al-Zalim (Walid yang Zalim).
Q: Apa karya Walid bin Yazid yang terkenal?
A: Walid bin Yazid memiliki banyak karya yang terkenal, terutama dalam bidang puisi dan seni. Salah satu karya puisinya yang terkenal adalah “al-Mu’allaqah al-Walidiyyah” (Gantungan Walid), yang merupakan salah satu dari tujuh gantungan terbaik dalam sastra Arab. Salah satu karya seninya yang terkenal adalah “al-Mihrab al-Walidi” (Mihrab Walid), yang merupakan mihrab yang indah dan megah yang dibangunnya di Masjid al-Aqsa.
Q: Apa pendapat Walid bin Yazid tentang Ali bin Abi Thalib?
A: Walid bin Yazid memiliki pendapat yang buruk dan tidak hormat terhadap Ali bin Abi Thalib, yang merupakan sepupu dan menantu dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, serta salah satu dari empat khalifah yang diakui oleh umat Islam. Ia sering menghina dan mencela Ali bin Abi Thalib, bahkan sampai mengutuk dan mengkafirkan dia. Ia juga sering menentang dan memusuhi para pengikut dan keturunan Ali bin Abi Thalib, seperti Hasan, Husain, dan Zainal Abidin. Ia bahkan pernah membakar rumah dan membunuh keluarga Ali bin Abi Thalib di Madinah.