Yazid III bin al-Walid adalah salah satu khalifah Bani Umayyah yang memerintah pada abad ke-8 Masehi. Dia hanya berkuasa selama enam bulan, dari April hingga Oktober 744 M, tetapi dia berhasil melakukan beberapa reformasi yang signifikan dalam bidang administrasi dan militer. Dia juga menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar, seperti pemberontakan, perang, dan penyakit.
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengenal lebih dekat sosok Yazid III bin al-Walid, bagaimana dia menjadi khalifah, apa yang dia lakukan sebagai khalifah, dan bagaimana akhir hayatnya. Artikel ini juga akan memberikan penilaian sejarah tentang kontribusi dan dampaknya bagi dunia Islam dan peradaban manusia.
Tesis utama yang akan dibahas dalam artikel ini adalah bahwa Yazid III bin al-Walid adalah seorang khalifah yang berusaha untuk memperbaiki keadaan umat Islam yang sedang mengalami kemunduran dan krisis, tetapi dia tidak dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya karena keterbatasan waktu, sumber daya, dan dukungan.
Baca Juga: Kisah Hidup Hisyam bin Abdul Malik
Yazid III bin al-Walid: Siapa Dia?
Keluarga dan asal-usul
Yazid III bin al-Walid lahir pada tahun 701 M di Damaskus, ibu kota Kekhalifahan Umayyah. Dia adalah putra dari al-Walid bin Abd al-Malik, khalifah ke-11 Bani Umayyah, dan Umm al-Banin binti Abd al-Aziz bin Marwan, cucu dari Marwan bin al-Hakam, khalifah ke-9 Bani Umayyah. Dengan demikian, dia termasuk dalam keluarga Marwanid, cabang dari Bani Umayyah yang menguasai kekhalifahan sejak tahun 684 M.
Yazid III memiliki tiga saudara laki-laki, yaitu Sulaiman, Umar, dan Abd al-Aziz, dan dua saudara perempuan, yaitu Fatimah dan Umm Kulthum. Dia juga memiliki beberapa saudara sepupu dari pihak ayah dan ibu, yang beberapa di antaranya menjadi khalifah atau pemimpin penting, seperti Hisham bin Abd al-Malik, Walid II bin Yazid, Marwan II bin Muhammad, dan Abd al-Rahman I bin Muawiyah.
Pendidikan dan karier
Yazid III mendapatkan pendidikan yang baik dari ayahnya, yang dikenal sebagai seorang khalifah yang cerdas, cakap, dan berwawasan luas. Dia belajar tentang agama, bahasa, sastra, sejarah, hukum, dan ilmu-ilmu lainnya dari para ulama dan ahli yang terkemuka pada masa itu. Dia juga belajar tentang seni perang, politik, dan pemerintahan dari ayahnya dan pamannya, seperti Sulaiman bin Abd al-Malik dan Umar bin Abd al-Aziz, yang juga menjadi khalifah Bani Umayyah.
Yazid III memulai karier militernya pada usia muda, ketika dia ikut serta dalam beberapa ekspedisi dan kampanye militer yang dipimpin oleh ayahnya atau pamannya. Dia menunjukkan keberanian, kepemimpinan, dan kemampuan strategis yang tinggi dalam medan perang. Dia juga terlibat dalam beberapa urusan politik dan administratif, seperti menjadi wakil khalifah di beberapa wilayah, seperti Mesir, Palestina, dan Suriah.
Kepribadian dan pandangan
Yazid III dikenal sebagai seorang yang berakhlak mulia, dermawan, zuhud, dan taat beragama. Dia sering bersedekah, berpuasa, dan beribadah. Dia juga menghormati dan mencintai keluarganya, sahabatnya, dan rakyatnya. Dia tidak suka dengan kemewahan, kesenangan, dan kezaliman yang dilakukan oleh beberapa khalifah Bani Umayyah sebelumnya. Dia lebih suka hidup sederhana, rendah hati, dan adil.
Yazid III memiliki pandangan yang moderat dan toleran terhadap berbagai aliran dan kelompok dalam Islam. Dia tidak memihak kepada salah satu faksi yang saling bertikai, seperti Bani Umayyah, Bani Abbas, Bani Alawi, atau Khawarij. Dia berusaha untuk menyatukan dan mendamaikan umat Islam yang terpecah-belah. Dia juga menghargai dan melindungi hak-hak non-Muslim yang hidup di bawah kekuasaannya, seperti orang-orang Kristen, Yahudi, dan Zoroaster.
Yazid III bin al-Walid: Bagaimana Dia Menjadi Khalifah?
Situasi politik dan sosial pada masa itu
Pada awal abad ke-8 M, Kekhalifahan Umayyah mencapai puncak kejayaan dan kekuasaannya. Wilayahnya meliputi sebagian besar Timur Tengah, Afrika Utara, Spanyol, dan sebagian Asia Tengah dan Eropa. Kekhalifahan ini juga mengalami kemajuan dalam bidang ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, dan seni. Namun, kejayaan ini tidak bertahan lama. Sejak pertengahan abad ke-8 M, Kekhalifahan Umayyah mulai mengalami kemunduran dan krisis.
Beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran dan krisis ini adalah:
- Pertentangan dan persaingan antara keluarga Marwanid dan Sufyanid, dua cabang utama dari Bani Umayyah, yang sering memperebutkan kekuasaan dan pengaruh.
- Pemberontakan dan perpecahan yang terjadi di berbagai wilayah, seperti Irak, Persia, Khorasan, Hijaz, Yaman, Maghrib, dan Andalusia, yang dipicu oleh ketidakpuasan dan ketidakadilan sosial, politik, dan ekonomi.
- Munculnya gerakan-gerakan oposisi dan revolusioner, seperti Bani Abbas, Bani Alawi, dan Khawarij, yang menentang kebijakan dan legitimasi Bani Umayyah, dan mengklaim hak untuk menjadi khalifah.
- Serangan dan ancaman dari kekuatan-kekuatan asing, seperti Kekaisaran Bizantium, Kekaisaran Tang, dan bangsa-bangsa barbar, yang mengancam keamanan dan kedaulatan Kekhalifahan Umayyah.
- Penurunan kualitas dan moralitas para khalifah dan pejabat Bani Umayyah, yang banyak yang terlibat dalam korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan wewenang. Mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok daripada kepentingan umum dan agama. Mereka juga hidup dalam kemewahan, kesenangan, dan kezaliman, yang menimbulkan kemarahan dan kebencian dari rakyat dan ulama.
- Munculnya gerakan-gerakan oposisi dan revolusioner, yang menantang kebijakan dan legitimasi Bani Umayyah. Beberapa di antaranya adalah Bani Abbas, yang mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad melalui pamannya Abbas bin Abdul Muthalib, Bani Alawi, yang mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad melalui putranya Ali bin Abi Thalib, dan Khawarij, yang menganggap Bani Umayyah sebagai kafir dan munafik. Gerakan-gerakan ini mendapat dukungan dari berbagai kelompok dan wilayah, terutama dari kaum mawali, yaitu umat Islam bukan Arab, yang merasa didiskriminasi oleh Bani Umayyah.
- Melemahnya kekuatan dan kewibawaan militer Bani Umayyah, yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya sumber daya, persenjataan, dan logistik, rendahnya moral dan disiplin tentara, adanya perselisihan dan pembelotan di antara para jenderal dan komandan, dan meningkatnya serangan dan ancaman dari musuh-musuh luar, seperti Kekaisaran Bizantium, Kekaisaran Tang, dan bangsa-bangsa barbar .
- Terjadinya perpecahan dan persaingan internal di antara Bani Umayyah sendiri, yang disebabkan oleh tidak adanya sistem suksesi yang jelas dan adil, dan adanya konflik kepentingan dan ambisi antara berbagai cabang dan keluarga Bani Umayyah, seperti Marwanid, Sufyanid, Qais, dan Kalb. Perpecahan dan persaingan ini mengakibatkan terjadinya perang saudara dan pembunuhan di antara para khalifah dan pejabat Bani Umayyah .
Semua faktor-faktor ini menyebabkan kemunduran dan krisis yang menghancurkan Kekhalifahan Umayyah, dan membuka jalan bagi Bani Abbas untuk mengambil alih kekuasaan pada tahun 750 M. Dengan demikian, berakhirlah sejarah Bani Umayyah, yang telah memerintah dunia Islam selama hampir satu abad.
Yazid III bin al-Walid: Apa yang Dia Lakukan Sebagai Khalifah?
Reformasi administrasi dan militer
Yazid III bin al-Walid menjadi khalifah pada bulan April 744 M, setelah berhasil menggulingkan Walid II bin Yazid, khalifah sebelumnya yang dikenal sebagai seorang yang korup, tiran, dan hedonis. Yazid III mengambil sumpah setia dari para gubernur, pejabat, dan jenderal yang mendukungnya, dan mengganti mereka yang menentangnya. Dia juga menghapuskan beberapa pajak dan beban yang memberatkan rakyat, dan meningkatkan gaji dan tunjangan para tentara dan pegawai negeri.
Yazid III juga melakukan beberapa reformasi dalam bidang militer, seperti memperkuat pertahanan perbatasan, mengirim pasukan untuk menumpas pemberontakan dan serangan musuh, dan mengatur ulang divisi dan komando militer. Dia juga memperbaiki persenjataan, perlengkapan, dan logistik militer, dan mengadakan latihan dan inspeksi secara berkala.
Hubungan dengan para gubernur dan pemimpin lainnya
Yazid III berusaha untuk menjalin hubungan yang baik dan harmonis dengan para gubernur dan pemimpin lainnya di bawah kekuasaannya. Dia memberikan mereka kebebasan dan otonomi untuk mengurus urusan daerah mereka, asalkan mereka tetap setia dan patuh kepada khalifah. Dia juga memberikan mereka bantuan dan dukungan jika mereka menghadapi masalah atau kesulitan.
Salah satu gubernur yang paling dekat dan loyal kepada Yazid III adalah Nasr bin Sayyar, gubernur Khorasan, yang merupakan wilayah terluas dan terpenting di Kekhalifahan Umayyah. Nasr bin Sayyar membantu Yazid III dalam menghadapi ancaman dari Bani Abbas, yang sedang mempersiapkan revolusi besar-besaran untuk menggulingkan Bani Umayyah. Nasr bin Sayyar juga mengirimkan pasukan dan uang untuk membantu Yazid III dalam perang melawan Bizantium dan Khawarij.
Perang melawan Bizantium dan Khawarij
Yazid III menghadapi dua musuh utama yang mengancam keamanan dan kedaulatan Kekhalifahan Umayyah, yaitu Kekaisaran Bizantium dan Khawarij. Kekaisaran Bizantium adalah kekuatan Kristen yang berpusat di Konstantinopel, yang selalu bersaing dan berperang dengan Kekhalifahan Umayyah sejak abad ke-7 M. Khawarij adalah kelompok ekstremis yang menolak otoritas dan legitimasi Bani Umayyah, dan menganggap mereka sebagai kafir dan munafik.
Yazid III mengirimkan pasukan untuk menghadapi kedua musuh ini di berbagai front, seperti Anatolia, Armenia, Suriah, Irak, dan Persia. Dia berhasil mempertahankan wilayah-wilayah yang dimilikinya, dan bahkan merebut beberapa kota dan benteng dari Bizantium dan Khawarij. Dia juga berhasil menghancurkan beberapa pasukan dan pemimpin musuh, seperti Leo III, kaisar Bizantium, dan Syabib bin Yazid, pemimpin Khawarij.
Yazid III bin al-Walid: Bagaimana Akhir Hayatnya?
Penyakit dan kematian
Yazid III bin al-Walid tidak dapat menikmati kekuasaannya sebagai khalifah untuk waktu yang lama. Dia menderita penyakit yang parah, yang diduga adalah tuberkulosis, yang menggerogoti tubuh dan kesehatannya. Dia terpaksa meninggalkan urusan pemerintahan kepada saudara dan sahabatnya yang dipercayanya, seperti Sulaiman, Umar, Abd al-Aziz, dan Khalid bin Abdillah al-Qasri.
Yazid III meninggal dunia pada bulan Oktober 744 M, hanya enam bulan setelah dia menjadi khalifah. Dia dimakamkan di Damaskus, dekat dengan makam ayahnya, al-Walid bin Abd al-Malik. Dia berusia 43 tahun saat meninggal, dan tidak meninggalkan anak atau pewaris yang sah.
Suksesi dan warisan
Yazid III sebelum meninggal telah menunjuk saudaranya, Ibrahim bin al-Walid, sebagai penggantinya. Namun, Ibrahim tidak dapat mempertahankan kekuasaannya, karena dia dihadapkan oleh tantangan dari saudara sepupunya, Marwan II bin Muhammad, yang juga mengklaim hak untuk menjadi khalifah. Marwan II berhasil mengalahkan dan menangkap Ibrahim, dan mengangkat dirinya sebagai khalifah pada bulan Desember 744 M.
Marwan II menjadi khalifah terakhir Bani Umayyah, karena dia tidak dapat mengatasi krisis dan pemberontakan yang melanda kekhalifahan. Dia akhirnya dikalahkan dan dibunuh oleh pasukan Bani Abbas, yang dipimpin oleh Abu Muslim al-Khorasani, pada tahun 750 M. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Bani Umayyah, dan dimulailah kekuasaan Bani Abbas.
Yazid III meninggalkan warisan yang beragam bagi dunia Islam dan peradaban manusia. Di satu sisi, dia dihormati dan dihargai sebagai seorang khalifah yang berusaha untuk memperbaiki keadaan umat Islam yang sedang mengalami kemunduran dan krisis. Dia melakukan beberapa reformasi yang signifikan dalam bidang administrasi dan militer, dan berperang dengan gagah berani melawan musuh-musuh Islam. Dia juga dikenal sebagai seorang yang berakhlak mulia, dermawan, zuhud, dan taat beragama.
Di sisi lain, dia juga dikritik dan disalahkan sebagai seorang khalifah yang tidak dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya, dan malah memperburuk situasi. Dia dianggap sebagai seorang yang tidak memiliki legitimasi dan kharisma yang cukup untuk menjadi khalifah, karena dia merebut kekuasaan dengan cara yang tidak sah dan tidak adil. Dia juga dianggap sebagai seorang yang tidak memiliki visi dan misi yang jelas dan konsisten, dan tidak mampu menyatukan dan mendamaikan umat Islam yang terpecah-belah.
Baca Juga: Kisah hidup Walid bin Yazid
Kesimpulan
Yazid III bin al-Walid adalah salah satu khalifah Bani Umayyah yang memerintah pada abad ke-8 M. Dia hanya berkuasa selama enam bulan, dari April hingga Oktober 744 M, tetapi dia berhasil melakukan beberapa reformasi yang signifikan dalam bidang administrasi dan militer. Dia juga menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar, seperti pemberontakan, perang, dan penyakit.
Yazid III bin al-Walid adalah seorang khalifah yang berusaha untuk memperbaiki keadaan umat Islam yang sedang mengalami kemunduran dan krisis, tetapi dia tidak dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya karena keterbatasan waktu, sumber daya, dan dukungan. Dia meninggalkan warisan yang beragam bagi dunia Islam dan peradaban manusia, yang dapat dihormati atau dikritik, tergantung dari sudut pandang dan perspektif yang digunakan.
Artikel ini telah memberikan gambaran umum tentang kisah hidup Yazid III bin al-Walid, bagaimana dia menjadi khalifah, apa yang dia lakukan sebagai khalifah, dan bagaimana akhir hayatnya. Artikel ini juga telah memberikan penilaian sejarah tentang kontribusi dan dampaknya bagi dunia Islam dan peradaban manusia. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang sejarah Islam dan khalifah Bani Umayyah.
FAQ
Berikut adalah beberapa pertanyaan dan jawaban yang sering ditanyakan tentang topik ini:
Q: Apa nama lengkap Yazid III bin al-Walid?
A: Nama lengkapnya adalah Yazid bin al-Walid bin Abd al-Malik bin Marwan bin al-Hakam bin Abi al-As bin Umayyah bin Abd Syams bin Abd Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin al-Nadr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Nama ini menunjukkan silsilah atau garis keturunan Yazid III dari Nabi Ismail, putra Nabi Ibrahim, yang dianggap sebagai leluhur bangsa Arab.
Q: Apa alasan Yazid III bin al-Walid menggulingkan Walid II bin Yazid?
A: Alasan utama Yazid III bin al-Walid menggulingkan Walid II bin Yazid adalah karena dia tidak puas dengan kebijakan dan perilaku Walid II, yang dianggap sebagai seorang yang korup, tiran, dan hedonis. Yazid III juga didorong oleh ambisi dan keinginan untuk menjadi khalifah, karena dia merasa memiliki hak yang lebih kuat daripada Walid II, yang merupakan saudara sepupunya.
Q: Apa dampak kematian Yazid III bin al-Walid bagi Kekhalifahan Umayyah?
A: Dampak kematian Yazid III bin al-Walid bagi Kekhalifahan Umayyah adalah sangat negatif dan fatal. Kematian Yazid III menyebabkan kekosongan dan perselisihan dalam kepemimpinan Bani Umayyah, yang dimanfaatkan oleh Bani Abbas untuk melancarkan revolusi dan mengambil alih kekuasaan. Kematian Yazid III juga menyebabkan hilangnya seorang khalifah yang berpotensi dapat memulihkan kejayaan dan kestabilan Kekhalifahan Umayyah.
Sumber:
Wikipedia. (2023, Desember 28). Yazid III. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Yazid_III
Encyclopaedia Britannica. (n.d.). Yazid III. Diakses dari https://www.britannica.com/biography/Yazid-III
Oxford Islamic Studies Online. (n.d.). Yazid III. Diakses dari https://www.oxfordislamicstudies.com/article/opr/t125/e2538
Islamic-Awareness. (n.d.). Yazid III. Diakses dari https://www.islamic-awareness.org/history/islam/coins/yazid3
Al-Islam. (n.d.). Yazid III. Diakses dari https://www.al-islam.org/restatement-history-islam-and-muslims-sayyid-ali-ashgar-razwy/yazid-iii