Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah meminta Pasal 99 Piagam PBB, mendesak Dewan Keamanan PBB untuk bertindak atas perang di Gaza.
Langkah langka oleh sekretaris jenderal ini datang ketika Dewan Keamanan belum mengadopsi resolusi yang menyerukan gencatan senjata antara Israel, Hamas dan sekutu-sekutunya.
Dianggap sebagai badan PBB yang paling kuat, Dewan Keamanan 15 anggota bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Dalam suratnya kepada presiden dewan, Guterres meminta tanggung jawab ini, dengan mengatakan bahwa ia percaya situasi di Israel dan wilayah Palestina yang diduduki, “dapat memperburuk ancaman yang ada terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional“.
Guterres – yang telah menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan segera” sejak 18 Oktober – juga menggambarkan “penderitaan manusia yang mengerikan, kehancuran fisik dan trauma kolektif di seluruh Israel dan wilayah Palestina yang diduduki“.
Sebagai tanggapan atas surat Guterres, anggota Dewan Keamanan Uni Emirat Arab mengirimkan di X untuk mengatakan bahwa telah mengajukan rancangan resolusi baru ke dewan, dan “meminta resolusi gencatan senjata kemanusiaan untuk diadopsi segera“.
Jika dewan memilih untuk bertindak atas saran Guterres dan mengadopsi resolusi gencatan senjata, ia memiliki kekuatan tambahan di bawah kendalinya untuk memastikan resolusi tersebut dilaksanakan, termasuk kekuatan untuk memberlakukan sanksi atau mengizinkan penyebaran pasukan internasional.
Tapi lima anggota tetap dewan – Cina, Rusia, AS, Inggris dan Prancis – memiliki hak veto.
AS menggunakan hak veto itu pada 18 Oktober terhadap resolusi yang akan mengutuk serangan Hamas terhadap Israel sambil menyerukan jeda dalam pertempuran untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza. Dua belas anggota dewan lainnya memilih mendukung, sementara Rusia dan Inggris abstain.
Bencana mengancam
Guterres mengatakan kurangnya tindakan Dewan Keamanan dan memburuknya situasi di Gaza telah memaksanya untuk meminta Pasal 99 untuk pertama kalinya sejak ia mengambil pekerjaan teratas di PBB pada tahun 2017.
Dia memperingatkan ketertiban umum di Gaza bisa segera runtuh di tengah kehancuran total sistem kemanusiaan.
“Situasi ini cepat memburuk menjadi bencana dengan implikasi yang berpotensi tidak dapat dibalikkan bagi orang Palestina secara keseluruhan dan bagi perdamaian dan keamanan di kawasan itu,” tulisnya.
“Hasil seperti itu harus dihindari dengan segala cara.“
Tapi permintaan Guterres Pasal 99 tidak disambut baik oleh duta besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan.
Dalam sebuah posting di X, Erdan menggambarkan surat itu sebagai “bukti lebih lanjut” dari “distorsi moral Guterres dan biasnya terhadap Israel“.
“Panggilan sekretaris jenderal untuk gencatan senjata sebenarnya adalah panggilan untuk menjaga pemerintahan teror Hamas di Gaza,” kata Erdan, yang juga mengulangi seruannya agar Guterres mengundurkan diri.
Piagam PBB hanya memberikan kekuatan terbatas kepada sekretaris jenderal PBB, yang bertindak sebagai Kepala Administratif PBB dan dipilih oleh negara-negara anggota.
Pasal 99 Piagam PBB memberikan sekretaris jenderal kekuatan untuk “menarik perhatian Dewan Keamanan terhadap setiap masalah yang menurut pendapatnya dapat mengancam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional“.
“Kenyataan bahwa alat ini belum digunakan sejak 1989 memang beresonansi secara diplomatik dan simbolis di sini di New York,” kata Daniel Forti, seorang analis senior tentang advokasi dan penelitian PBB di International Crisis Group, kepada Al Jazeera.
Tapi Forti menambahkan bahwa itu tidak akan “secara mendasar mengubah perhitungan politik anggota Dewan Keamanan yang paling kuat“.
Sumber: Aljazeera.com