Abdullah as-Saffah adalah nama yang mungkin tidak terlalu familiar bagi banyak orang, tetapi ia adalah sosok yang sangat penting dalam sejarah Islam. Ia adalah khalifah pertama dari dinasti Abbasiyah, yang menggantikan dinasti Umayyah yang telah berkuasa selama lebih dari satu abad. Bagaimana kisah hidup Abdullah as-Saffah? Apa yang ia lakukan selama menjadi khalifah? Apa prestasi dan warisan yang ia tinggalkan? Mari kita simak ulasan berikut ini.
Baca Juga: Kisah hidup Marwan II bin Muhammad
Siapa Abdullah as-Saffah?
Abdullah as-Saffah lahir pada tahun 721 Masehi di Humaymah, sebuah kota di perbatasan antara Suriah dan Yordania. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Ia adalah keturunan dari paman Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, yaitu Abbas bin Abdul Muthalib. Ia juga memiliki hubungan kekerabatan dengan Ali bin Abi Thalib, sepupu dan menantu Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, yang merupakan khalifah keempat dari Khulafaur Rasyidin.
Asal-usul dan keluarga
Abdullah as-Saffah berasal dari keluarga yang memiliki pengaruh besar dalam dunia Islam. Ayahnya, Muhammad bin Ali, adalah pemimpin dari gerakan Abbasiyah, yang menentang kekuasaan dinasti Umayyah. Ayahnya juga merupakan keturunan dari Al-Abbas, saudara dari Al-Husain, yang gugur dalam peristiwa Karbala. Ibunya, Raithah, adalah putri dari seorang pemimpin suku Arab di Yaman. Abdullah as-Saffah memiliki tiga saudara laki-laki, yaitu Ibrahim, Abu Ja’far, dan Sulaiman, dan satu saudara perempuan, yaitu Umm Isa.
Peran dalam revolusi Abbasiyah
Abdullah as-Saffah mewarisi semangat perjuangan ayahnya, yang mengajarkan kepadanya tentang hak-hak dan kehormatan keluarga Bani Hasyim, yang merasa teraniaya oleh dinasti Umayyah. Abdullah as-Saffah juga belajar tentang ilmu agama, politik, militer, dan sastra dari ayahnya dan para ulama. Ia menjadi salah satu tokoh utama dalam revolusi Abbasiyah, yang dimulai pada tahun 747 Masehi. Revolusi ini didukung oleh banyak kelompok, seperti para pengikut Ali bin Abi Thalib, para ulama, para mawali (orang-orang non-Arab yang masuk Islam), dan para tentara dari Khorasan (wilayah timur Iran dan Afghanistan).
Abdullah as-Saffah mengirimkan utusannya, Abu Muslim, untuk memimpin pemberontakan di Khorasan. Abu Muslim berhasil mengumpulkan pasukan yang besar dan loyal, yang dikenal dengan nama pasukan hitam, karena mengenakan pakaian berwarna hitam. Pasukan ini berhasil mengalahkan pasukan Umayyah dalam beberapa pertempuran, seperti pertempuran Nihawand, Gurgan, dan Rayy. Abdullah as-Saffah sendiri memimpin pasukan di Irak, dan menghadapi pasukan Umayyah yang dipimpin oleh Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir dari dinasti Umayyah.
Penobatan sebagai khalifah pertama Abbasiyah
Pertempuran terakhir antara pasukan Abbasiyah dan Umayyah terjadi di Sungai Zab, dekat kota Mosul, pada tanggal 25 Januari 750 Masehi. Dalam pertempuran ini, pasukan Abbasiyah berhasil mengalahkan pasukan Umayyah secara telak, dan Marwan bin Muhammad melarikan diri ke Mesir, di mana ia kemudian dibunuh. Dengan demikian, dinasti Umayyah berakhir, dan dinasti Abbasiyah mulai berkuasa.
Abdullah as-Saffah kemudian dinobatkan sebagai khalifah pertama dari dinasti Abbasiyah, dengan gelar al-Saffah, yang berarti “pemberi darah” atau “pembunuh”. Gelar ini diberikan kepadanya karena ia dikenal sebagai sosok yang tegas dan keras dalam menumpas musuh-musuhnya, terutama anggota-anggota dinasti Umayyah. Ia memerintahkan untuk membunuh semua anggota dinasti Umayyah yang masih hidup, kecuali yang bersedia tunduk dan membayar jizyah (pajak bagi orang-orang non-Muslim). Ia juga memerintahkan untuk membakar semua dokumen dan catatan sejarah yang berkaitan dengan dinasti Umayyah, untuk menghapus jejak mereka dari dunia Islam.
Bagaimana pemerintahan Abdullah as-Saffah?
Abdullah as-Saffah memindahkan ibu kota dari Damaskus, yang merupakan ibu kota dinasti Umayyah, ke Kufah, sebuah kota di Irak. Ia memilih Kufah karena kota ini merupakan basis dari para pengikut Ali bin Abi Thalib, yang merupakan sekutu utama dari dinasti Abbasiyah. Ia juga membangun sebuah istana baru di Kufah, yang dikenal dengan nama al-Hasyimiyyah, yang berarti “milik Bani Hasyim”. Ia memerintah selama empat tahun, dari tahun 750 Masehi hingga 754 Masehi. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi beberapa tantangan dan masalah, baik dari dalam maupun dari luar.
Kebijakan dan reformasi
Abdullah as-Saffah berusaha untuk memperbaiki kondisi umat Islam, yang telah menderita akibat kezaliman dan ketidakadilan dari dinasti Umayyah. Ia mengeluarkan beberapa kebijakan dan reformasi, antara lain:
- Ia menghapus diskriminasi dan ketidaksetaraan antara orang-orang Arab dan non-Arab dalam dunia Islam. Ia memberikan hak dan kewajiban yang sama kepada semua orang Muslim, tanpa membedakan asal-usul, suku, atau ras mereka. Ia juga memberikan kesempatan yang sama kepada orang-orang non-Arab untuk menduduki jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan, militer, dan keagamaan.
- Ia mengurangi beban pajak dan upeti yang dikenakan kepada rakyat, terutama kepada orang-orang non-Muslim, yang sebelumnya harus membayar jizyah dan kharaj (pajak tanah) yang tinggi. Ia juga menghapus beberapa pajak yang tidak adil dan tidak sesuai dengan syariat Islam, seperti pajak atas barang-barang mewah, pajak atas pernikahan, dan pajak atas kematian.
- Ia meningkatkan kesejahteraan dan kelayakan hidup rakyat, dengan membagikan bantuan dan sumbangan kepada orang-orang miskin, yatim, dan dhuafa. Ia juga membangun dan memperbaiki fasilitas-fasilitas publik, seperti jalan, jembatan, kanal, bendungan, dan sumur. Ia juga memperhatikan kebersihan dan kesehatan lingkungan, dengan membersihkan kota-kota dari sampah dan kotoran, dan menyediakan air bersih dan makanan halal bagi rakyat.
- Ia mengembalikan kejayaan dan kemuliaan Islam, dengan menegakkan syariat Islam dan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Ia memerintahkan untuk melaksanakan ibadah-ibadah wajib, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, dengan baik dan benar. Ia juga memerintahkan untuk menjauhi larangan-larangan Allah, seperti minum khamr (minuman keras), berzina, berjudi, dan membunuh. Ia juga memerintahkan untuk menghormati dan menghargai orang-orang yang berilmu, seperti ulama, ahli fiqih, dan ahli hadits. Ia juga memerintahkan untuk mengikuti dan meneladani akhlak dan budi pekerti Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, seperti jujur, adil, sabar, dan murah hati.
- Ia memerintahkan untuk melaksanakan ibadah-ibadah wajib, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, dengan baik dan benar. Ia juga memerintahkan untuk menjauhi larangan-larangan Allah, seperti minum khamr (minuman keras), berzina, berjudi, dan membunuh. Ia juga memerintahkan untuk menghormati dan menghargai orang-orang yang berilmu, seperti ulama, ahli fiqih, dan ahli hadits. Ia juga memerintahkan untuk mengikuti dan meneladani akhlak dan budi pekerti Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, seperti jujur, adil, sabar, dan murah hati.
- Ia memperkuat persatuan dan persaudaraan umat Islam, dengan menghapus permusuhan dan permintaan antara kelompok-kelompok yang berbeda. Ia juga memperbaiki hubungan dengan keluarga Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, terutama dengan keturunan Ali bin Abi Thalib, yang sebelumnya sering dikucilkan dan dianiaya oleh dinasti Umayyah. Ia juga memperbaiki hubungan dengan kelompok-kelompok yang memiliki paham dan mazhab yang berbeda, seperti Syi’ah, Khawarij, dan Mu’tazilah, asalkan mereka tidak menyimpang dari aqidah dan syariat Islam.
Hubungan dengan dinasti Umayyah
Meskipun Abdullah as-Saffah telah berhasil menggulingkan dinasti Umayyah, ia masih harus menghadapi beberapa sisa-sisa kekuatan mereka, yang tidak mau menyerah begitu saja. Salah satu sisa-sisa kekuatan Umayyah yang paling kuat adalah di Spanyol, yang dipimpin oleh Abdul Rahman bin Mu’awiyah, yang merupakan cucu dari khalifah Umayyah, Hisham bin Abdul Malik. Abdul Rahman berhasil melarikan diri dari pembantaian Abbasiyah, dan menyeberang ke Spanyol, di mana ia mendirikan dinasti Umayyah baru, yang dikenal dengan nama Umayyah Andalusia.
Abdullah as-Saffah mengirimkan pasukan untuk menaklukkan Spanyol, tetapi tidak berhasil. Pasukan Abbasiyah mengalami kekalahan dalam pertempuran di Sungai Guadalquivir, pada tahun 752 Masehi. Dengan demikian, Spanyol menjadi wilayah yang lepas dari kekuasaan Abbasiyah, dan menjadi kerajaan yang mandiri dan kuat di bawah dinasti Umayyah Andalusia.
Selain Spanyol, ada juga beberapa wilayah lain yang masih dikuasai oleh anggota-anggota dinasti Umayyah, seperti Afrika Utara, Mesir, dan Yaman. Abdullah as-Saffah juga mengirimkan pasukan untuk menundukkan wilayah-wilayah ini, tetapi menghadapi perlawanan yang sengit. Ia berhasil menguasai sebagian besar Afrika Utara, tetapi tidak dapat menguasai Mesir dan Yaman, yang masih setia kepada dinasti Umayyah. Ia juga harus menghadapi pemberontakan-pemberontakan dari beberapa suku Arab, yang merasa tidak puas dengan kebijakan-kebijakan Abbasiyah.
Hubungan dengan dinasti lain dan negara tetangga
Abdullah as-Saffah tidak hanya menghadapi tantangan dari dalam dunia Islam, tetapi juga dari luar. Ia harus menghadapi beberapa dinasti dan negara yang menjadi pesaing atau musuh dari Abbasiyah, seperti:
- Dinasti Tang, yang merupakan dinasti yang berkuasa di China. Dinasti Tang memiliki pengaruh yang besar di Asia Tengah, terutama di wilayah Transoxiana (wilayah antara Sungai Amu Darya dan Sungai Syr Darya). Dinasti Tang dan Abbasiyah bersaing untuk menguasai wilayah ini, yang kaya akan sumber daya dan strategis. Dinasti Tang dan Abbasiyah juga bersaing untuk mempengaruhi dan mengislamkan orang-orang Turk, yang merupakan suku nomaden yang kuat dan berani.
- Kekaisaran Bizantium, yang merupakan kekaisaran yang berkuasa di Eropa Timur dan Asia Kecil. Kekaisaran Bizantium adalah musuh bebuyutan dari dunia Islam, sejak masa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Kekaisaran Bizantium dan Abbasiyah sering terlibat dalam perang-perang dan pertempuran-pertempuran, terutama di wilayah perbatasan, seperti Anatolia, Armenia, dan Suriah. Kekaisaran Bizantium juga berusaha untuk menghalangi penyebaran Islam di Eropa, dengan mendukung dan membantu orang-orang Kristen, seperti Franka, Lombardia, dan Bulgaria.
- Kerajaan Khazar, yang merupakan kerajaan yang berkuasa di wilayah Kaukasus dan sekitarnya. Kerajaan Khazar adalah kerajaan yang unik, karena penduduknya menganut agama Yahudi, yang jarang ditemukan di dunia pada saat itu. Kerajaan Khazar dan Abbasiyah sering berselisih dan bertikai, karena kerajaan Khazar menganggap Abbasiyah sebagai ancaman bagi keberadaan dan kebebasan mereka. Kerajaan Khazar juga berusaha untuk mengganggu dan menghambat perdagangan dan komunikasi antara Abbasiyah dan Eropa.
Apa prestasi dan warisan Abdullah as-Saffah?
Meskipun masa pemerintahannya singkat, Abdullah as-Saffah telah memberikan banyak kontribusi dan dampak bagi dunia Islam dan dunia secara umum. Ia telah membuka babak baru dalam sejarah Islam, dengan mendirikan dinasti Abbasiyah, yang menjadi dinasti yang paling berpengaruh dan berjaya dalam dunia Islam. Ia juga telah melakukan banyak pembangunan dan pengembangan di bidang-bidang seperti agama, politik, sosial, ekonomi, budaya, dan ilmu pengetahuan. Berikut ini adalah beberapa prestasi dan warisan yang ia tinggalkan:
Pembangunan masjid, madrasah, dan perpustakaan
Abdullah as-Saffah sangat peduli dan mengutamakan urusan agama dan pendidikan. Ia membangun dan memperbaiki banyak masjid, madrasah, dan perpustakaan di seluruh wilayah kekuasaannya. Ia juga mengirimkan para dai dan ulama untuk menyebarkan dan mengajarkan Islam kepada orang-orang yang belum mengenal atau belum memahami Islam. Ia juga mengumpulkan dan menyusun banyak kitab dan hadits yang berkaitan dengan ajaran dan sejarah Islam. Salah satu karya yang paling terkenal adalah Tarikh al-Tabari, yang merupakan kitab sejarah yang ditulis oleh Imam al-Tabari, salah satu ulama yang hidup pada masa pemerintahan Abdullah as-Saffah.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan seni
Abdullah as-Saffah juga sangat menghargai dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan seni. Ia membangun dan mendanai banyak lembaga dan pusat penelitian yang bergerak di bidang-bidang seperti matematika, astronomi, fisika, kimia, kedokteran, geografi, sastra, dan seni. Ia juga mengundang dan menarik banyak ilmuwan dan seniman dari berbagai negara dan budaya, seperti Persia, India, Yunani, Romawi, dan China, untuk datang dan bekerja di bawah naungan Abbasiyah. Ia juga memerintahkan untuk menerjemahkan dan menyebarkan banyak karya-karya ilmiah dan seni dari berbagai bahasa dan tradisi, seperti Kitab Sindhind (kitab astronomi dari India), Kitab al-Majisti (kitab astronomi dari Yunani), dan Kitab al-Hayawan (kitab zoologi dari Aristoteles).
Peninggalan sejarah dan budaya
Abdullah as-Saffah juga meninggalkan banyak peninggalan sejarah dan budaya yang masih dapat dilihat dan dirasakan hingga saat ini diantara lain adalah:
- Ia adalah pendiri dari dinasti Abbasiyah, yang menjadi dinasti yang paling lama berkuasa dalam dunia Islam, yaitu selama lebih dari lima abad, dari tahun 750 Masehi hingga 1258 Masehi.
- Ia adalah pendiri dari era keemasan Islam, yang merupakan periode dimana dunia Islam mencapai puncak kemajuan dan kemakmuran di bidang-bidang seperti agama, politik, sosial, ekonomi, budaya, dan ilmu pengetahuan. Era ini berlangsung dari abad ke-8 Masehi hingga abad ke-13 Masehi, dan melahirkan banyak tokoh-tokoh terkenal dan berpengaruh, seperti Imam al-Ghazali, Ibn Sina, al-Khwarizmi, al-Biruni, al-Farabi, al-Razi, al-Ma’mun, al-Mutanabbi, dan lain-lain.
- Ia adalah pendiri dari budaya dan peradaban Abbasiyah, yang merupakan salah satu budaya dan peradaban yang paling maju dan beragam dalam sejarah dunia. Budaya dan peradaban Abbasiyah mencerminkan pengaruh dan interaksi dari berbagai bangsa dan budaya, seperti Arab, Persia, Yunani, Romawi, India, China, dan lain-lain. Budaya dan peradaban Abbasiyah juga memberikan inspirasi dan pengaruh kepada budaya dan peradaban lain, seperti Eropa, Afrika, Asia Tenggara, dan lain-lain.
Baca Juga: Kisah hidup Ibrahim bin al-Walid
Kesimpulan
Abdullah as-Saffah adalah khalifah pertama dari dinasti Abbasiyah, yang menggantikan dinasti Umayyah yang telah berkuasa selama lebih dari satu abad. Ia adalah sosok yang sangat penting dalam sejarah Islam, karena ia telah membuka babak baru dalam sejarah Islam, dengan mendirikan dinasti Abbasiyah, yang menjadi dinasti yang paling berpengaruh dan berjaya dalam dunia Islam. Ia juga telah melakukan banyak pembangunan dan pengembangan di bidang-bidang seperti agama, politik, sosial, ekonomi, budaya, dan ilmu pengetahuan. Ia juga telah meninggalkan banyak peninggalan sejarah dan budaya yang masih dapat dilihat dan dirasakan hingga saat ini. Ia adalah salah satu tokoh yang patut dicontoh dan dihormati oleh umat Islam dan umat manusia.
FAQ
Q: Kapan dan di mana Abdullah as-Saffah lahir?
A: Abdullah as-Saffah lahir pada tahun 721 Masehi di Humaymah, sebuah kota di perbatasan antara Suriah dan Yordania.
Q: Apa arti dan asal-usul gelar al-Saffah?
A: Gelar al-Saffah berarti “pemberi darah” atau “pembunuh”. Gelar ini diberikan kepadanya karena ia dikenal sebagai sosok yang tegas dan keras dalam menumpas musuh-musuhnya, terutama anggota-anggota dinasti Umayyah.
Q: Di mana ibu kota dinasti Abbasiyah pada masa pemerintahan Abdullah as-Saffah?
A: Ibu kota dinasti Abbasiyah pada masa pemerintahan Abdullah as-Saffah adalah Kufah, sebuah kota di Irak.
Q: Apa nama pasukan yang dipimpin oleh Abu Muslim, utusan Abdullah as-Saffah, dalam revolusi Abbasiyah?
A: Nama pasukan yang dipimpin oleh Abu Muslim adalah pasukan hitam, karena mengenakan pakaian berwarna hitam.
Q: Apa nama dinasti yang didirikan oleh Abdul Rahman bin Mu’awiyah, salah satu sisa-sisa kekuatan Umayyah, di Spanyol?
A: Nama dinasti yang didirikan oleh Abdul Rahman bin Mu’awiyah di Spanyol adalah dinasti Umayyah Andalusia.