Marwan II bin Muhammad (688-750 M) adalah khalifah Umayyah terakhir yang memerintah dari tahun 744 hingga 750 M. Ia dikenal sebagai pemimpin yang berani, cerdas, dan berwawasan luas, tetapi juga menghadapi banyak tantangan dan konflik selama masa kekuasaannya. Ia harus berjuang melawan pemberontakan Abbasiyah yang mengancam eksistensi kekhalifahan Umayyah, serta mengatasi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan agama yang melanda wilayah-wilayah bawahannya. Artikel ini akan mengulas kisah hidup Marwan II bin Muhammad, mulai dari latar belakang keluarganya, karier militer dan politiknya, hingga warisan dan penilaian sejarahnya.
Baca Juga: Kisah hidup Ibrahim bin al-Walid
Latar belakang keluarga dan masa kecil Marwan II bin Muhammad
Marwan II bin Muhammad lahir pada tahun 688 M di Harran, sebuah kota di utara Suriah yang saat itu merupakan bagian dari kekhalifahan Umayyah. Ayahnya, Muhammad bin Marwan, adalah seorang gubernur Suriah yang terkenal karena kebijakannya yang tegas dan adil. Ia juga merupakan cucu dari Marwan bin al-Hakam, khalifah Umayyah keempat yang mendirikan dinasti Marwanid yang menggantikan dinasti Sufyanid. Ibunya, Umm Asim, adalah seorang wanita yang saleh dan berpendidikan. Marwan II memiliki dua saudara laki-laki, Abd al-Aziz dan Abd al-Malik, dan dua saudara perempuan, Fatimah dan Asma.
Marwan II mendapatkan pendidikan yang baik sejak kecil. Ia belajar membaca dan menulis, serta mempelajari ilmu-ilmu agama, bahasa, sastra, sejarah, dan matematika. Ia juga menunjukkan bakat dalam bidang militer, seni, dan musik. Ia gemar berburu, berkuda, dan bermain catur. Ia dikenal sebagai seorang yang cerdas, berani, jujur, dan murah hati. Ia juga sangat menghormati ayahnya dan mengikuti teladan dan nasihatnya.
Karier militer dan politik Marwan II bin Muhammad
Marwan II memulai karier militer dan politiknya pada usia muda. Ia ikut serta dalam beberapa ekspedisi dan kampanye militer yang dilakukan oleh kekhalifahan Umayyah, baik di Timur maupun di Barat. Ia menunjukkan keberanian, kepemimpinan, dan kemampuan strategis yang luar biasa dalam medan perang. Ia juga mendapatkan kepercayaan dan penghargaan dari para khalifah, pejabat, dan rakyat. Ia diangkat menjadi gubernur Armenia pada tahun 720 M, dan kemudian menjadi gubernur Azerbaijan pada tahun 724 M. Ia berhasil menstabilkan dan memperluas wilayah-wilayah tersebut, serta menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan pajak, administrasi, keamanan, dan hubungan dengan tetangga-tetangga non-Muslim.
Pada tahun 738 M, Marwan II dipanggil oleh khalifah Hisham bin Abd al-Malik untuk menjadi gubernur Jazira, sebuah wilayah yang meliputi bagian dari Suriah, Irak, dan Turki. Ia menggantikan ayahnya yang meninggal pada tahun yang sama. Di sana, ia menghadapi tantangan yang lebih besar, karena wilayah tersebut sering mengalami pemberontakan, perpecahan, dan invasi dari musuh-musuh luar. Ia harus berhadapan dengan orang-orang Khawarij, Syi’ah, Qadar, dan Alid yang tidak puas dengan kebijakan-kebijakan kekhalifahan Umayyah. Ia juga harus menghadapi serangan-serangan dari Kekaisaran Romawi Timur, Kekhanan Khazar, dan suku-suku Turkik. Ia berhasil mengatasi semua tantangan tersebut dengan kebijaksanaan, ketegasan, dan diplomasi. Ia juga membangun hubungan yang baik dengan para pemimpin dan rakyat lokal, serta mengembangkan infrastruktur, pertanian, perdagangan, dan kebudayaan di wilayah tersebut.
Pada tahun 744 M, Marwan II terpilih menjadi khalifah Umayyah setelah kematian khalifah Yazid III yang hanya memerintah selama enam bulan. Ia menghadapi situasi yang sangat sulit, karena kekhalifahan Umayyah sedang mengalami krisis dan kekacauan akibat dari perselisihan internal, pemberontakan regional, dan ancaman eksternal. Ia berusaha untuk menyatukan dan mempertahankan kekhalifahan Umayyah dengan segala cara yang ia miliki.
Pertempuran Siffin dan peran Marwan II bin Muhammad
Salah satu peristiwa penting yang terjadi selama masa kekuasaan Marwan II adalah pertempuran Siffin, yang merupakan pertempuran kedua antara kekhalifahan Umayyah dan pemberontakan Abbasiyah. Pertempuran ini terjadi pada tahun 747 M di dekat sungai Efrat, di perbatasan antara Suriah dan Irak. Pemberontakan Abbasiyah dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasani, seorang jenderal yang mengklaim sebagai wakil dari keturunan Nabi Muhammad melalui pamannya, Abbas bin Abdul Muttalib. Ia mengobarkan pemberontakan di Khurasan, sebuah wilayah di timur Iran, pada tahun 747 M, dengan tujuan untuk menggulingkan kekhalifahan Umayyah dan mendirikan kekhalifahan Abbasiyah.
Marwan II, sebagai khalifah Umayyah, memimpin pasukan-pasukan dari Suriah, Jazira, dan Mesir untuk menghadapi pasukan-pasukan Abbasiyah yang datang dari Irak dan Khurasan. Pertempuran ini berlangsung selama beberapa hari, dengan sengit dan berdarah. Marwan II menunjukkan keberanian dan kemahiran dalam memimpin pasukannya, tetapi ia tidak dapat menghentikan laju pasukan Abbasiyah yang lebih banyak dan lebih termotivasi. Akhirnya, Marwan II terpaksa mundur ke Harran, kota kelahirannya, setelah mengalami kekalahan yang telak.
Pemberontakan Abbasiyah dan perlawanan Marwan II bin Muhammad
Pertempuran Siffin merupakan titik balik dalam sejarah kekhalifahan Umayyah. Setelah kekalahan tersebut, banyak wilayah-wilayah yang sebelumnya setia kepada kekhalifahan Umayyah beralih ke pihak Abbasiyah, atau memisahkan diri dari kekuasaan pusat. Marwan II kehilangan kendali atas Irak, Iran, Transoxiana, dan sebagian besar Arabia. Ia hanya memiliki wilayah-wilayah di Suriah, Mesir, dan Afrika Utara yang masih mendukungnya. Ia juga harus menghadapi pemberontakan-pemberontakan lain yang muncul di wilayah-wilayah tersebut, seperti pemberontakan Berber di Maghrib, pemberontakan Khawarij di Irak, dan pemberontakan Syi’ah di Hijaz. Ia berusaha untuk menumpas pemberontakan-pemberontakan tersebut dengan mengirim pasukan-pasukan yang loyal dan berpengalaman, tetapi ia tidak dapat mengimbangi kekuatan dan kecepatan pasukan-pasukan Abbasiyah yang terus menyebar dan menaklukkan wilayah-wilayah baru. Ia juga kehilangan banyak sekutu dan pendukungnya, baik karena dibunuh, ditangkap, atau berkhianat. Ia menjadi semakin terisolasi dan terdesak, tanpa harapan untuk memulihkan kejayaan kekhalifahan Umayyah.
Kematian Marwan II bin Muhammad dan akhir kekhalifahan Umayyah
Marwan II tidak menyerah begitu saja. Ia terus berusaha untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang hilang dan menghancurkan pemberontakan Abbasiyah. Ia memimpin pasukan-pasukan yang tersisa dari Suriah, Mesir, dan Afrika Utara untuk menghadapi pasukan-pasukan Abbasiyah yang terus mendekat. Ia bertempur dengan gagah berani dan mengorbankan segalanya untuk membela kekhalifahan Umayyah. Namun, upayanya sia-sia. Pasukan-pasukan Abbasiyah terlalu kuat dan banyak untuk ditahan. Mereka berhasil menguasai Damaskus, ibu kota kekhalifahan Umayyah, pada tahun 750 M, dan membantai banyak anggota keluarga Umayyah yang masih hidup. Marwan II sendiri terbunuh dalam pertempuran di sungai Dajla, di dekat Busir, Mesir, pada bulan Agustus 750 M. Dengan demikian, berakhir lah kekhalifahan Umayyah yang telah berdiri selama lebih dari satu abad, dan digantikan oleh kekhalifahan Abbasiyah yang baru.
Warisan dan penilaian sejarah Marwan II bin Muhammad
Marwan II bin Muhammad adalah sosok yang kontroversial dalam sejarah Islam. Di satu sisi, ia dihormati sebagai seorang khalifah yang berani, cerdas, dan berwawasan luas, yang berusaha untuk mempertahankan kekhalifahan Umayyah dari ancaman-ancaman yang menghimpitnya. Ia juga diakui sebagai seorang yang berkontribusi bagi perkembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, terutama di wilayah Jazira yang ia pimpin selama beberapa tahun. Ia memiliki minat yang besar terhadap sastra, seni, musik, dan filsafat, dan mendukung para penulis, seniman, musisi, dan filsuf yang hidup di zamannya. Ia juga memiliki pengetahuan yang luas tentang matematika, astronomi, geografi, dan kedokteran, dan menulis beberapa karya tentang bidang-bidang tersebut.
Di sisi lain, ia dikritik sebagai seorang khalifah yang gagal, yang tidak dapat mengatasi krisis dan kekacauan yang melanda kekhalifahan Umayyah. Ia juga dituduh sebagai seorang yang kejam, bengis, dan sewenang-wenang, yang menindas dan membunuh banyak orang yang menentang atau tidak setuju dengan kebijakan-kebijakannya. Ia juga dianggap sebagai seorang yang tidak taat kepada agama, yang melakukan banyak perbuatan dosa dan maksiat, dan menyimpang dari ajaran-ajaran Islam. Ia juga dianggap sebagai seorang yang bertanggung jawab atas kehancuran dan pembantaian keluarga Umayyah, yang merupakan salah satu keluarga terkemuka dalam sejarah Islam.
Baca Juga: Kisah Hidup Yazid III bin al-Walid
Kesimpulan
Artikel ini telah mengulas kisah hidup Marwan II bin Muhammad, khalifah Umayyah terakhir yang memerintah dari tahun 744 hingga 750 M. Ia adalah seorang yang memiliki latar belakang keluarga dan pendidikan yang baik, serta karier militer dan politik yang cemerlang. Ia menghadapi banyak tantangan dan konflik selama masa kekuasaannya, terutama pemberontakan Abbasiyah yang menggulingkan kekhalifahan Umayyah dan membunuhnya. Ia memiliki warisan dan penilaian sejarah yang beragam, baik positif maupun negatif, tergantung dari sudut pandang dan perspektif yang digunakan.
Bagi Anda yang tertarik dengan topik ini, Anda dapat membaca lebih lanjut tentang Marwan II bin Muhammad dan kekhalifahan Umayyah dari sumber-sumber berikut:
- Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, jilid 26-27.
- Crone, Patricia, The Nativist Prophets of Early Islamic Iran, Cambridge University Press, 2012.
- Hawting, G.R., The First Dynasty of Islam: The Umayyad Caliphate AD 661-750, Routledge, 2000.
- Kennedy, Hugh, The Prophet and the Age of the Caliphates: The Islamic Near East from the 6th to the 11th Century, Pearson Education, 2004.
- Wellhausen, Julius, The Arab Kingdom and its Fall, University of Calcutta, 1927.
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan tentang topik ini, beserta jawabannya:
Q: Apa yang menyebabkan pemberontakan Abbasiyah melawan kekhalifahan Umayyah?
A: Ada beberapa faktor yang menyebabkan pemberontakan Abbasiyah, antara lain: ketidakpuasan sosial, politik, dan agama terhadap kebijakan-kebijakan kekhalifahan Umayyah yang dianggap tidak adil, korup, dan menyimpang; aspirasi dan ambisi dari keluarga Abbasiyah yang mengklaim sebagai pewaris sah dari Nabi Muhammad; pengaruh dan dukungan dari kelompok-kelompok yang terpinggirkan, seperti orang-orang Persia, Syi’ah, Alid, dan Khawarij; dan kelemahan dan perpecahan internal dari kekhalifahan Umayyah sendiri.
Q: Apa yang membuat Marwan II berbeda dari khalifah-khalifah Umayyah sebelumnya?
A: Marwan II berbeda dari khalifah-khalifah Umayyah sebelumnya dalam beberapa hal, antara lain: ia adalah khalifah Umayyah pertama yang lahir di luar Jazirah, yaitu di Harran, Suriah; ia adalah khalifah Umayyah pertama yang tidak memiliki julukan atau laqab, seperti al-Walid, al-Mahdi, atau al-Aziz; ia adalah khalifah Umayyah pertama yang tidak dimakamkan di Damaskus, tetapi di Busir, Mesir; dan ia adalah khalifah Umayyah pertama dan terakhir yang berasal dari dinasti Marwanid, yang merupakan cabang dari dinasti Umayyah.
Q: Apa yang terjadi dengan keluarga Umayyah setelah kejatuhan kekhalifahan Umayyah?
A: Sebagian besar anggota keluarga Umayyah dibunuh oleh pasukan-pasukan Abbasiyah, baik dalam pertempuran maupun dalam pembantaian massal. Hanya sedikit yang berhasil lolos dan melarikan diri ke tempat-tempat yang jauh dan terpencil, seperti Afrika Utara, Spanyol, dan India. Salah satu yang paling terkenal adalah Abd al-Rahman I, yang mendirikan kekhalifahan Umayyah di Cordoba, Spanyol, pada tahun 756 M, dan memerintah hingga tahun 788 M. Kekhalifahan Umayyah di Cordoba bertahan hingga tahun 1031 M, dan menjadi salah satu pusat peradaban dan kebudayaan Islam di Eropa.
Q: Apa yang menjadi sumbangsih Marwan II bagi kebudayaan dan ilmu pengetahuan?
A: Marwan II memiliki sumbangsih yang cukup besar bagi kebudayaan dan ilmu pengetahuan, terutama di wilayah Jazira yang ia pimpin selama beberapa tahun. Ia mendukung dan membiayai banyak penulis, seniman, musisi, dan filsuf yang hidup di zamannya, seperti al-Jahiz, al-Kindi, al-Farabi, dan al-Masudi. Ia juga menulis beberapa karya tentang matematika, astronomi, geografi, dan kedokteran, yang menunjukkan pengetahuan dan keahliannya dalam bidang-bidang tersebut. Beberapa karya yang dikaitkan dengan Marwan II adalah Kitab al-Jam’ wa al-Tafriq, Kitab al-Majisti, Kitab al-Masalik wa al-Mamalik, dan Kitab al-Tibb.
Q: Apa yang menjadi kritik dan kontroversi Marwan II?
A: Marwan II mendapat banyak kritik dan kontroversi dari berbagai pihak, terutama dari pihak-pihak yang menentang atau tidak setuju dengan kebijakan-kebijakannya. Ia dituduh sebagai seorang yang kejam, bengis, dan sewenang-wenang, yang menindas dan membunuh banyak orang yang menentang atau tidak setuju dengan kebijakan-kebijakannya. Ia juga dianggap sebagai seorang yang tidak taat kepada agama, yang melakukan banyak perbuatan dosa dan maksiat, dan menyimpang dari ajaran-ajaran Islam. Ia juga dianggap sebagai seorang yang bertanggung jawab atas kehancuran dan pembantaian keluarga Umayyah, yang merupakan salah satu keluarga terkemuka dalam sejarah Islam. Kritik dan kontroversi ini berasal dari sumber-sumber yang bersimpati dengan pemberontakan Abbasiyah, atau yang memiliki pandangan yang berbeda dengan Marwan II tentang masalah-masalah sosial, politik, dan agama.